Seorang pejabat lainnya di Istana menambahkan kepada Kompas, meskipun dibahas dalam sidang kabinet dan disetujui Presiden, pembahasan penambahan ramp-ramp di sekeliling Stadion Utama GBK yang akhirnya mengubah bentuk stadion tersebut dan berpotensi menghilangkan warisan cagar budaya Proklamator tidak dibahas secara rinci.
Dikhawatirkan, dengan tidak detail pembahasan dampak dari penambahan ramp-ramp di sekeliling stadion, modifikasi stadion tersebut berujung pada penolakan sebagian publik dan keluarga Soekarno sendiri.
Misalnya, juga Gedung Proklamasi 56, rumah yang halamannya dipakai Soekarno dan Hatta membacakan proklamasi, yang pernah dibongkar sehingga bangsa Indonesia kini tak lagi memiliki peninggalan sejarah tempat Proklamasi dibacakan, kecuali hanya tugunya yang dibangun sebagai monumen belaka.
Mencari keseimbangan
Ketua Tim Sidang Pemugaran DKI Jakarta Bambang Eryudhawan, yang juga pengurus Yayasan Bung Karno mengatakan, memang ada keinginan pemerintah memberi wajah baru yang sesuai zaman seperti yang pernah disampaikan Presiden Jokowi untuk memberikan semangat masa datang di kompleks GBK Senayan.
"Namun, yang harus diperhatikan juga adalah Stadion Utama GBK merupakan cagar budaya yang dilindungi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Jangan sampai penetapan cagar budaya sesuai UU hilang dengan adanya ramp-ramp tambahan di sekeliling Stadion Utama GBK atau melanggar UU Cagar Budaya," tutur dia.