Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Medina, Boneka Barbie, dan Grandmaster Termuda

Kompas.com - 04/05/2015, 01:39 WIB

"Ini apa Ayah?" Medina menunjuk bidak catur berbentuk kepala kuda. Pertanyaan kedua, ketiga, keempat pun meluncur. Semuanya berangkat dari rasa ingin tahu sang bocah.

"Ini tentara berkuda zaman dulu, ini tentara bergajah. Ini suatu kerajaan, bagaimana para tentara ini melindungi sang raja untuk menghancurkan lawan," ungkap Muchlisin mengulang kembali percakapannya dengan sang putri, sekian tahun silam.

Di momen itulah, putrinya yang masih duduk di bangku sekolah dasar itu sepertinya tertarik dengan catur. "Akhirnya dia bertanya: emang enak bermain catur?"

"Saya bilang: enak, nikmat. Karena catur itu adalah seni. Jadi bermain catur itu sama saja kita melukis. Jadi nikmatnya itu luar biasa, apabila kita berhasil menaklukkan lawan," papar sang ayah. "Di situlah dia minta diajarin."

Apa yang diutarakan sang ayah dibenarkan oleh Medina. Namun demikian, ada fakta lain sehingga membuatnya jatuh cinta kepada permainan catur.

"Sebelum saya suka catur, saya suka (boneka) Barbie," ungkap Medina. "Saya beranggapan Barbie itu kayak catur, karena sama-sama ada kerajaan. Ada putrinya, ada ratunya, ada rajanya. Ya udah saya tertarik."

Bocah berbakat

Dari ketertarikan awal itulah, sang ayah mendorong dan membimbing Medina berlajar bermain catur -yang kelak mengantarnya meraih berbagai prestasi tingkat dunia.

Kepada saya, Medina selalu teringat wejangan sang ayah yang terus memotivasinya untuk meraih prestasi di olah raga catur: "Kamu mau keliling dunia, mau naik pesawat, nggak? Mau ngelihat salju... Wah, aku jadi pengin."

Digembleng selama sekitar tiga bulan (di antaranya melalui belajar teori catur melalui internet)

Ayahnya mengatakan: "Saya tidak (mengajarinya) otodidak. Tapi saya betul-betul (mengajarinya) dengan teori, sehingga percepatannya lebih bagus," kata Muchlisin.

Medina dan kakaknya kemudian diikutkan dalam Kejuaraan daerah catur se-DKI Jakarta pada 2006.

"Nah, saya tidak ada target di situ. Nggak tahunya dua-duanya juara. Kakaknya juara di kelompok umurnya, dia (Medina) juga juara di kelompok umurnya," ungkap Muchlisin.

Melihat keberhasilan Medina dalam waktu relatif singkat, sang ayah kemudian menyimpulkan bahwa anaknya itu memiliki talenta yang bagus. "Nah akhirnya di situ saya dorong."

Kesaksian serupa juga diutarakan Ketua bidang pembinaan PB Persatuan Catur seluruh Indonesia, Percasi, Kristianus Liem.

"Bakat Medina kita temukan tahun 2007. Waktu itu kita secara rutin menyelenggarakan sirkuit catur di antara pelajar. Nah, Medina ini menonjol dalam hal kalkulasi taktik," kata Kristianus saat dihubungi BBC Indonesia melalui telepon.

"Hitung-hitungan permainan taktisnya cepat sekali, padahal usianya antara tujuh dan delapan tahun," tambahnya.

Menurutnya, bakat yang dimiliki Medina ini juga sering dimiliki oleh para pecatur top dunia. "Dari sana, kita berpikir, bakat (Medina) ini bisa dikembangkan," ujar Kristianus.

Semula dilatih oleh ayahnya, Medina kemudian ditawari untuk mengikuti program Sekolah Catur Utur Adianto, SCUA.

Dari sinilah, dia kemudian mengikuti berbagai pertandingan catur tingkat nasional, regional hingga dunia sehingga meraih berbagai tropi juara.

Hikmah ketika kalah

Medina memang merupakan salah-satu pecatur terbaik Indonesia, dengan segudang prestasi di tingkat nasional, regional maupun dunia.

Semenjak menjuarai Kejuaraan daerah catur se-Jakarta 2006, anak pasangan Nur Muchlisin dan Siti Eka Nurhayati ini telah meraih lebih dari 20 tropi kejuaraan catur bergengsi tingkat dunia dan regional.

Namun demikian, ada kalanya Medina pernah dihadapkan kenyataan pahit, yaitu dikalahkan oleh lawannya dalam sebuah kejuaraan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com