Keramba-keramba ini dibangun mengapung di sekitar danau dengan ukuran, antara lain, 3 meter x 3 meter dan 3 meter x 4 meter. Benih-benihnya datang dari Balai Benih Ikan (BBI) Sidembunut Bangli atau didatangkan dari Pulau Jawa. Soal pakan, mereka mengandalkan persediaan dari desa tetangganya, Songan.
Belakangan, mereka kewalahan dengan permintaan pasar. Bagaimanapun, Desa Buahan memang sudah terkenal dengan ikan nila.
Sejumlah wisatawan, baik asing maupun domestik, tak segan antre di musim liburan untuk dapat mencicipi masakan khas Batur, gorengan dan bakaran ikan nila segar. Rasanya guri, nikmat, dan tak berasa tanah.
Bagi Antara yang menjadi perbekel selama dua kali periode sejak tahun 2001, lega karena warga Buahan terus-menerus bangga dengan kehidupannya dari perikanan Danau Batur. Rata-rata pendidikan di desanya lulusan sekolah menengah atas. Rumah-rumah terbangun baik dan layak dari hasil perikanan dan pertanian.
”Kami bangga dengan kemajuan perikanan ini. Bukan kami anti pariwisata. Kami senang ada orang yang datang ke desa ini, tetapi jiwa kami memang bukan pariwisata. Kami pun tengah belajar membangun manajemen agrowisata dan wisata wana sebagai bagian dari kawasan geopark dunia yang sedang diusulkan ini,” ujarnya.
Ia mengajak membayangkan bagaimana perekonomian hidup di desanya berkat perikanan dan berkah sang Danau Batur. Ratusan kepala keluarga mampu menghidupi keluarganya, mampu memberdayakan orang lain, menggali lapangan pekerjaan, hingga turut berpartisipasi menghidupkan pekerjaan bagi sektor lainnya seperti restoran dan wisata.
Mengenai kawasan geopark dunia di Kaldera Gunung Batur, program ini tengah diusulkan sejak tahun 2009 dan menunggu hasil akhir September mendatang. Sebanyak 15 desa dengan 22 side wisata menjadi andalannya, salah satunya di Desa Buahan terdapat geopark agrowisata dan wisata wana.
Tokoh-tokoh masyarakat terus berupaya menginformasikan soal geopark ini. Sekolah-sekolah diberdayakan untuk memberikan pengertian kawasan geopark kepada murid-murid. Papan-papan nama sesuai unggulannya sudah terpasang.
Karena itu, warga Buahan pun hampir tak tertarik untuk berurbanisasi ke Badung dan Denpasar sebagai pusat kota pariwisata di Bali bagian selatan. Mereka merasa kecukupan dengan kehidupannya sebagai nelayan seperti saat ini. Mereka bersyukur…