Dengan demikian, Supangat dianggap telah melanggar Pasal 356 dan 360 KUHP juncto Pasal 206 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Inti dari pasal-pasal tersebut adalah pelanggaran hukum karena seseorang melakukan kelalaian yang menyebabkan orang lain terluka atau meninggal dunia. Pelanggarnya diancam hukuman penjara lima tahun. Supangat sekarang masih ditahan di Polres Kota Bogor.
Polisi juga masih mengincar masinis KRL Pakuan Express 221, Ujas (45). Ujas diduga melanggar sinyal merah, sinyal yang menandakan jalur itu masih terisi KA lain sehingga tidak bisa dilewati.
Ujas sepertinya tinggal menunggu waktu untuk mendapat predikat tersangka menyusul rekannya, Supangat. Ujas kini masih dirawat di RS PMI Bogor karena menderita luka-luka akibat terjepit di kabin masinis saat kecelakaan terjadi. Peristiwa yang sama merenggut nyawa asistennya, Akbar Felani (23).
Tidak logis
Berita ditetapkannya Supangat menjadi tersangka kasus kecelakaan KRL Ekonomi 549 dan KRL Pakuan Express 221 cepat tersebar di kalangan masinis. ”Benar, sama sekali tidak menyangka. Supangat yang ditabrak kok bisa jadi dia yang disalahkan?” kata seorang rekan Supangat yang meminta disebut sebagai Abah (47).
Abah adalah masinis KRL ekonomi. Ia kerap mendapat tugas membawa rangkaian KRL jurusan Stasiun Kota-Bogor atau Stasiun Kota-Bekasi. ”Saya yakin, saat keretanya tiba-tiba terhenti, Supangat pasti bingung. Sudah amat bagus ia bisa langsung pasang rem tangan terus stop block. Ibaratnya, dalam tiga menit itu, kalaupun Supangat bisa menghubungi PPKA Bogor, KRL Pakuan tetap akan menghajarnya. Itu terlalu pendek jaraknya, pasti ada sebab lain, jangan cuma menyalahkan orang saja,” kata Abah.
Kepala Humas PT KA Daerah Operasi I Jabodetabek Sugeng Priyono menambahkan, dalam data PT KA, Supangat menjabat sebagai masinis senior. Setelah menyelesaikan pendidikan masinis pada 1985, Supangat sempat menjadi asisten masinis sebelum akhirnya mengomandoi sendiri keretanya. ”Sejauh yang saya tahu, dia profesional dan berpengalaman,” kata Sugeng.
Rasa khawatir juga merebak di kalangan masinis karena nasib yang sama sangat mungkin menimpa mereka. ”Awalnya, kita merasa terpilih karena bisa jadi masinis, bukan sekadar pegawai di stasiun. Ada rasa bangga ketika membawa ratusan penumpang dan mengantar mereka ke tujuan dengan selamat. Apalagi banyak yang bilang kereta itu lebih cepat dan lebih murah. Senangnya bisa memegang tanggung jawab ini dan menolong orang,” kata Rahmat, teman Abah.
Akan tetapi, kata Rahmat, jangan harap mendapat penghargaan setimpal. Dari gaji saja, jumlahnya relatif kecil jika dibandingkan dengan masa kerja yang sudah mencapai puluhan tahun. Seorang masinis senior setiap bulan mendapat Rp 5 juta-Rp 6 juta. Masinis junior, gajinya sekitar Rp 3 juta-Rp 3,5 juta saja.
Nyonya Tuti, istri seorang masinis yang tinggal tak jauh dari tempat istri dan anak-anak Supangat menetap, yaitu di kawasan Citayam di sekitar Stasiun Depok, mengatakan, masinis adalah tulang punggung keluarga. Akan tetapi, gaji masinis memang tidak pernah mencukupi. Ny Tuti dan istri-istri masinis lainnya, terpaksa membagi dua rumah sempitnya agar bisa disewakan. Itu demi mendapat tambahan uang untuk sekolah anak dan menutupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Istri-istri masinis juga menyadari bahwa posisi suami mereka sama, yaitu kerap menjadi kambing hitam setiap kali terjadi kecelakaan kereta. Untuk itu, mereka meminta manajemen PT KA dan penegak hukum bisa mengupas lebih dalam pokok persoalan di balik kecelakaan KA. Jangan sampai nasib masinis seperti Supangat dengan mudahnya dibalik 180 derajat hanya dalam tiga menit.
”Apalagi, kalau kecurigaan kami benar, masinis ditetapkan jadi tersangka hanya sebagai cara agar kasus kecelakaan dapat segera ditutup, dianggap selesai,” kata Abah. (RTS/RYO/NEL)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.