JAKARTA, Kompas.com - Pekan Olah Raga Nasional (PON) seharusnya jadi ajang buat para atlet muda untuk mengukur kemampuan dengan mengacu para senior mereka, bukan menghindari.
Saat berlangsungnya PON XIX lalu, saya berkesempatan duduk satu meja dengan dua atlet "besar" Indonesia, Umar Syarief dari karate dan Krisna Bayu, mantan pejudo nasional. Keduanya sudah pensiun sebagai atket nasional.
Umar Syarief baru saja menyatakan bahwa ajang PON XIX/Jawa Barat merupakan ajangnya nyang terakhir sebagai karateka di Indonesia. Ia sudah berusia menjelang 40 tahun dan telah menyumbang banyak prestasi buat Indonesia. Medali Emas di SEA Games 1997, medali emas SEA Games 1999, medali emas PON XV 2000, medali emas SEA Games 2001, medali emas SEA Games 2003, medali emas PON XVI 2004, medali emas SEA Games 2005, medali emas PON XVII 2008, medali emas SEA Games 2009 dan medali perak Asian Games 2010.
Sementara Krisna Bayu sudah lebih dulu pensiun sebagai atlet. Ia pernah mewakili Indonesia di tiga Olimpiade (1996, 2000 dan 2004), ikut dalam tiga Asian Games serta 12 SEA Games.
Di ajang PON, Omar Syarief dan Krisna Bayu tentunya belum ada tandingan. Umar Syarief yang membela Jawa Timur di PON XIX lalu, bahkan masih mampu bisa memberi satu medali emas buat kontingennya.
Ada satu hal yang menarik saat Umar Syarief menerima medali emas PON usai mengalahkan karateka DKI, George Caesar di final. Umar yang mulai ikut PON sejak 1996, naik ke podium dengan mengenakan t-shirt bertuliskan,"Sorry, I'm Fresh."
"Saya tidak bermaksud mengejek lawan-lawan saya. Saya hanya ingin memberi semangat kepada para atlet muda-muda. Saya saja yang senior dari segi usia masih bisa. Masalahnya hanya pada komitmen dan mau kerja keras untuk menjaga komitmen itu," kata Umar Syarif yang kini bermukim bersama keluarga di St. Gallen, Swiss.
Menurut Umar, ia bsia melihat bagaimana komitmen seorang atlet pada displin latihan dengan menghadapinya di matras. "Buat saya karate atau olah raga atau olah tubuh itu way of life. Ini membantu kita dalam bersikap menghadapi masalah, termasuk menghadapi lawan tanding."
Karena itu ia sering heran dengan para juniornya yang menghadapi ajang-ajang pertandingan besar seperti PON ini dengan persiapan ala kadarnya. "Setiapkali berhubungan dengan adik-adik atlet junior saya, kadang saya heran. Mereka ada yang masih merokok padahal sedang menghadapi pertandingan besar," katanya. "Bagaimana kita siap menghadapi lawan yang kita sendiri belum tahu persiapannya?"
Krisna Bayu kemudian menanggapi dengan menceritakan bagaimana reaksi lawan Umar Syarief di PON lalu. "Bagaimana mau menang kalau lihat mata lawan saja tidak berani? Sudah itu bolak balik ke pelatih sebelum bertanding."
Keduanya kemudian saling bertukar cerita bagaimana para penonton menyukai gaya bertarung mereka. "Saya bisa menyelesaikan pertarungan entah melalui pukulan, atau bantingan yang hitungannya hanya detik. Kalau lawan sudah setengah hati, tentunyan akan lebih mudah," kata Umar Syarif.
Sementara Krishna Bayu menceritakan pengalamannya pada PON masa lalu. "Waktu itu menterinya (Menpora) pak Andi Mallarangeng. Dia datang ke arena judo dan bilang saya mau lihat gaya bertarungnya Krisna Bayu. Cepat dan tanpa ampun," katanya. "Tiba-tiba dia ingin ke toilet yang mungkin mengambil waktu tak sampai lima menit. Begitu dia balik, pertarungan saya sudah selesai ha ha."
Saat bertemu keduanya itu saya membawa atlet renang DKI, Adityastha Rai Wratsangka yang baru saja mendapatkan 1 medali emas dan 1 medali perunggu di cabang renang PON XIX/2016. Ketika ditanya oleh Krisna Bayu, Adityastha menjelaskan satu target medali di nomor 200 meter gaya kupu-kupu gagal diperoleh setelah ia mengaku "tertipu" dengan strategi yang dipakai atlet nasional asal Jawa Barat, Triady Fauzi yang kemudian meraih medali emas. "Saya salah mengikuti pace-nya Kak Aji. Tenaga saya habis," kata Adityastha.
Jawaban ini spontan ditertawakan oleh Umar Syarief dan Krisna Bayu. "Itu karena kamu masih punya rasa takut sama lawan kamu itu. Coba kamu jalanin apa yang dilakukan Om Umar (Syarief): hidup disiplin, latihan keras dan pantang hindari rasa sakit, capek dan menghindari lawan. Kamu pasti tiba-tiba sadar bahwa kamu punya kekuatan yang di luar dugaan kamu," kata Bayu.
Krisna Bayu yang kini menjadi anggota panitia pelaksana Asian Games 2018 menyebut jalan yang dilakukan oleh atlet renang asal Singapura, Joseph Schooling. "Dia itu melakukan yang benar. Tahu persis lawannya siapa dan berusaha untuk mencapai level sehingga mendapat kesempatan untuk bertemu dan (akhirnya) mengalahkan dia di Olimpiade."