Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Ciptakan Atlet Karbitan!

Kompas.com - 10/10/2016, 13:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorTjahjo Sasongko

JAKARTA, Kompas.com - Pekan Olah Raga Nasional (PON) seharusnya jadi ajang buat para atlet muda untuk mengukur kemampuan dengan mengacu para senior mereka, bukan menghindari.

Saat berlangsungnya PON XIX lalu, saya berkesempatan duduk satu meja dengan dua atlet "besar" Indonesia, Umar Syarief dari karate dan Krisna Bayu, mantan pejudo nasional. Keduanya sudah pensiun sebagai atket nasional.

Umar Syarief baru saja menyatakan bahwa ajang PON XIX/Jawa Barat merupakan ajangnya nyang terakhir sebagai karateka di Indonesia. Ia sudah berusia menjelang 40 tahun dan telah menyumbang banyak prestasi buat Indonesia.  Medali Emas di SEA Games 1997, medali emas SEA Games 1999, medali emas PON XV 2000, medali emas SEA Games 2001, medali emas SEA Games 2003, medali emas PON XVI 2004, medali emas SEA Games 2005, medali emas PON XVII 2008, medali emas SEA Games 2009 dan medali perak Asian Games 2010.

Sementara Krisna Bayu sudah lebih dulu pensiun sebagai atlet. Ia pernah mewakili Indonesia  di tiga Olimpiade (1996, 2000 dan 2004), ikut dalam  tiga Asian Games serta 12 SEA Games.  

Di ajang PON, Omar Syarief dan Krisna Bayu tentunya belum ada tandingan. Umar Syarief yang membela Jawa Timur di PON XIX lalu, bahkan masih mampu  bisa memberi satu medali emas buat kontingennya.

Ada satu hal yang menarik saat Umar Syarief menerima medali emas PON usai mengalahkan karateka DKI, George Caesar di final. Umar yang mulai ikut PON sejak 1996, naik ke podium dengan mengenakan t-shirt bertuliskan,"Sorry, I'm Fresh."

"Saya tidak bermaksud mengejek lawan-lawan saya. Saya hanya ingin memberi semangat kepada para atlet muda-muda. Saya saja yang senior dari segi usia masih bisa. Masalahnya hanya pada komitmen dan mau kerja keras untuk menjaga komitmen itu," kata Umar Syarif yang kini bermukim bersama keluarga  di St. Gallen, Swiss.

Menurut Umar, ia bsia melihat  bagaimana komitmen seorang atlet pada displin latihan dengan menghadapinya di matras. "Buat saya karate atau olah raga atau olah tubuh itu way of life. Ini membantu kita dalam bersikap menghadapi masalah, termasuk menghadapi lawan tanding."

Karena itu ia sering heran dengan para juniornya yang menghadapi ajang-ajang pertandingan besar seperti PON ini dengan persiapan ala kadarnya. "Setiapkali berhubungan dengan adik-adik atlet junior saya, kadang saya heran. Mereka ada yang masih merokok padahal sedang menghadapi pertandingan besar," katanya. "Bagaimana kita siap menghadapi lawan yang kita sendiri belum tahu persiapannya?"

Krisna Bayu kemudian menanggapi dengan menceritakan bagaimana reaksi lawan Umar Syarief di PON lalu. "Bagaimana mau menang kalau lihat mata lawan saja tidak berani? Sudah itu bolak balik ke pelatih sebelum bertanding."

Keduanya kemudian saling bertukar cerita bagaimana para penonton menyukai gaya bertarung mereka. "Saya bisa menyelesaikan pertarungan entah melalui pukulan, atau bantingan yang hitungannya hanya detik. Kalau lawan sudah setengah hati, tentunyan akan lebih mudah," kata Umar Syarif.

Sementara Krishna Bayu menceritakan pengalamannya pada PON masa lalu. "Waktu itu menterinya (Menpora) pak Andi Mallarangeng. Dia datang ke arena judo dan bilang saya mau lihat gaya bertarungnya Krisna Bayu. Cepat dan tanpa ampun," katanya. "Tiba-tiba dia ingin ke toilet yang mungkin mengambil waktu tak sampai lima menit. Begitu dia balik, pertarungan saya sudah selesai ha ha."

Tjahjo Sasongko/Kompas.com Krisna Bay, Adityastha Rai, Umar Syarif

Saat bertemu keduanya itu saya membawa atlet renang DKI, Adityastha Rai Wratsangka yang baru saja  mendapatkan 1 medali emas dan 1 medali perunggu di cabang renang PON XIX/2016. Ketika ditanya oleh Krisna Bayu, Adityastha menjelaskan satu target medali di nomor 200 meter gaya kupu-kupu gagal diperoleh setelah ia mengaku "tertipu" dengan strategi yang dipakai atlet nasional asal Jawa Barat, Triady Fauzi yang kemudian meraih medali emas. "Saya salah mengikuti pace-nya Kak Aji. Tenaga saya habis," kata Adityastha.

Jawaban ini spontan ditertawakan oleh Umar Syarief dan Krisna Bayu. "Itu karena kamu masih punya rasa takut sama lawan kamu itu. Coba kamu jalanin apa yang dilakukan Om Umar (Syarief): hidup disiplin, latihan keras dan pantang hindari rasa sakit, capek dan menghindari lawan. Kamu pasti tiba-tiba sadar bahwa kamu punya kekuatan yang di luar dugaan kamu," kata Bayu.

Krisna Bayu yang kini menjadi anggota panitia pelaksana Asian Games 2018 menyebut jalan yang dilakukan oleh atlet renang asal Singapura, Joseph Schooling. "Dia itu melakukan yang benar. Tahu persis lawannya siapa dan berusaha untuk mencapai level sehingga mendapat kesempatan untuk bertemu dan (akhirnya) mengalahkan dia di Olimpiade."

Joseph Schooling mengidolakan atlet legendaris AS, Michael Phelps sejak usia belasan. Atlet Singapura ini akhirnya mampu mengalahkan perenang AS, Michael Phelps di nomor 100 meter gaya kupu-kupu di ajang Olimpiade Rio de Janeiro, Juli lalu.

Karena itu, baik Bayu dan Umar Syarief sebenarnya tidak begitu setuju ada pembatasan usia untuk PON. "Pembatasan itu kan sebenarnya ada pada masa lalu dan berkaitan dengan soal status atlet profesional atau amatir. Kalau sekarang kan batasan itu menjadi sangat kabur.  Secara logika atlet itu rentang karirnya memang akan dibatasi usia biologis. Jadi aneh kalau seorang atlet yang sudah usia lanjut masih mampu mengalahkan para junior mereka," kata Umar Syarief. "Pasti ada yang salah dengan proses perekrutan dan pembinaan yang dilakukan. Itu yang seharusnya dibenahi."

"Kalau kesempatan bertanding dengan para senior itu dibatasi, sebenanya justru merugikan atket muda itu sendiri," kata Krisna Bayu. "Saya naik menjadi yang nomor satu di judo Indonesia, bukan berdasar karbitan. Saya masuk Pelatnas sejak kelas 5 SD dan sudah pernah bertemu dan mengalahkan senior-senior saya waktu itu," lanjut Bayu.

"Dengan ini saya tertempa untuk tidak takut atau kecil hati di event mana pun. Di tingkat Olimpiade sekali pun," katanya. "Kalau pun harus kalah saya jadi tahu memang lawan saya itu jauh lebih baik daripada saya dan saya sudah mengeluarkan kemampuan saya yang terbaik."

-


PON dan Bonus

Kekisruhan yang banyak terjadi pada PON XIX/Jawa Barat lalu, kalau mau jujur sebenarnya bermuara pada adanya siatem target untuk event ini. Prestasi diterjemahkan sebagai jumlah perolehan medali serta peringkat kontingen. Sementara untuk (sebagian) atlet, prestasi perolehan medali identik dengan reward berupa bonus materi yang dijanjikan oleh Pemprov bersangkutan.

Bonus di PON lalu memang mengejutkan. Atlet-atlet Jawa Timur yang mendapatkan medali emas langsung "dikepret" amplop Rp 30 juta. Sementara tuan rumah Jabar menyebut angka Rp 10 juta. Ini di luar bonus yang akan mereka terima usai PON.

Untuk bonus ini setiap daerah memberi dengan jumlahnya bervariasi. Jatim menyebut Rp 250 juta untuk satu medali emas, sementara Papua konon bahkan menyebut kisaran angka dua kali lipat.  

Kontingen DKI Jakarta yang menjadi juara umum pada PON XVIII/Riau menyebut formula yang unik. Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menginginkan bonus Rp 1 milyar hanya untuk peraih medali emas. itu pun mekanisme nya diberikan kepada klub atlet yang bersangkutan. Belakangan formula sedikit berubah dengan juga menyertakan bonus buat peraih medali perak dan perunggu serta pemecah rekor baik PON, nasional atau pun di atas itu.

Pemberian bonus buat pemecah rekor dianggap sebagai sesuatu yang selaras dengan jargon PON Prestasi yang pernah didengungkan pada masa lalu. Dari seluruh 44 cabor yang dipertandingkan, PON XIX Jabar "hanya" menghasilkan 89 rekor PON, 33 rekor nasional, satu rekor SEA Games, 22 rekor Asia dan lima rekor dunia.

KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO Tim putra asal Nusa Tenggara Barat keluar sebagai juara pada final 4x100 meter estafet putra PON XIX di Stadion Pakansari, Cibinong, Jawa Barat, Minggu (25/9/2016). Mereka meraih emas dengan catatan waktu 39.78 detik.

Untuk menjadi event yang mampu menghasilkan rekor di luar PON dan nasional, memang diburtuhkan  prasyarat yang sangat berat dan mahal. Terutama soal pencegahan penggunaan obat terlarang yang hanya bisa dicegah dengan mekanisme pemeriksaan doping. Dan ini membutuhkan biaya yang sangat besar, yaitu sekitar Rp 4.5 juta untuk pemeriksaan setiap sampel urin.

PON lalu menyisakan cerita-cerita lucu mengenai pemeriksaan doping yang dilakukan secara acak/random ini. Di cabang renang, seorang atlet yang tampil spektakuler di acara swim-off untuk masuk dalam tim estafet, justru kedodoran saat rekan-rekan setimnya tampil bagus di final. Ia disebut memang tidak ingin menjadi juara pertama untuk menghindari kemungkinan pemeriksaan doping dan merasa cukup puas dengan janji bonus untuk peraih medali perak.

Sementara di cabor selam, keluhan soal pemeriksaan doping ini juga terlontar. Karena dilakukan secara acak, seorang pemenang medali emas tidak terkena pemeriksaan doping tersebut. Kondisi ini menimbulkan protes dari mereka yang dikalahkan. Anehnya, protes justru dilontarkan atklet pesaing yang samasekali tak punya peluang untuk mendapatkan medali karena mencatat penampilan jauh di bawah form.

Sementara potes yang kemudian merugikan atlet terjadi di cabang renang indah. Seorang atlet nasional ditolak ikut dengan alasan usia sudah melewati batas. Sementara pembatasan usia ini diambil berdasar konsensus peserta cabor dan tidak mengacu pada peraturan berlaku baik secara lokal seperti dari PP PRSI, PB PON mau pun FINA sebagai induk olah raga akuatik.

Di PON, semua keributan memang bermuara pada dua hal: prestise pada tingkat kontingan dan bonus pada tingkat atlet. Sebagian provinsi menganggap ajang ini adalah etalase kemajuan  di daerahnya dibandingkan yang lain. Sementara buat atlet, ini kesempatan memperbaiki kondisi ekonomi sebagai kompensasi dari waktu, tenaga yang telah mereka buang.

Umar Syarief  menganggap pelaksanaan PON XIX/2016 ini merupakan pengalaman terburuk sejak ia mulai ikut pada PON 1996. "Kerancuan sudah  hampir menyeluruh, baik pada tingkat ofisial, perangkat pertandingan mau pun pada (sebagian) atlet. Orientasinya memang berbeda.  Tetapi kita harus coba dan berani  untuk memperbaikinya. Kalau tidak bisa melalui ajang lokal, kita harus berani membawa atlet berkompetisi di luar negeri seperti Eropa."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sorotan untuk Wasit Laga Timnas Indonesia di Piala AFF 2024

Sorotan untuk Wasit Laga Timnas Indonesia di Piala AFF 2024

Timnas Indonesia
Respons Shin Tae-yong soal Hasil Drawing ASEAN Cup 2024 Vs Vietnam

Respons Shin Tae-yong soal Hasil Drawing ASEAN Cup 2024 Vs Vietnam

Timnas Indonesia
Alasan Henderson dan Rashford Tak Masuk Skuad Inggris untuk Euro 2024

Alasan Henderson dan Rashford Tak Masuk Skuad Inggris untuk Euro 2024

Internasional
Akses Istimewa Passport Planet Persib Saat Nonton Laga Maung Bandung

Akses Istimewa Passport Planet Persib Saat Nonton Laga Maung Bandung

Liga Indonesia
Jadwal Timnas Indonesia pada Piala AFF 2024

Jadwal Timnas Indonesia pada Piala AFF 2024

Timnas Indonesia
Fakta Bojan Hodak Empat Kali Final Beruntun, Peluang Juara di Persib

Fakta Bojan Hodak Empat Kali Final Beruntun, Peluang Juara di Persib

Liga Indonesia
Daftar Skuad Inggris untuk Euro 2024: Tanpa Rashford-Henderson, Ada Maguire

Daftar Skuad Inggris untuk Euro 2024: Tanpa Rashford-Henderson, Ada Maguire

Internasional
Toni Kroos Pensiun, Ruang Ganti Real Madrid Terguncang

Toni Kroos Pensiun, Ruang Ganti Real Madrid Terguncang

Liga Spanyol
Toni Kroos Gantung Sepatu Setelah Piala Eropa 2024

Toni Kroos Gantung Sepatu Setelah Piala Eropa 2024

Internasional
Hasil Lengkap Malaysia Masters 2024: Vito ke Babak Utama, Sabar/Reza Tersingkir

Hasil Lengkap Malaysia Masters 2024: Vito ke Babak Utama, Sabar/Reza Tersingkir

Badminton
Kata David Beckham Usai Klopp Pergi dari Liverpool: Luar Biasa...

Kata David Beckham Usai Klopp Pergi dari Liverpool: Luar Biasa...

Liga Inggris
Daftar 34 Pemain Timnas Putri Indonesia untuk Lawan Singapura

Daftar 34 Pemain Timnas Putri Indonesia untuk Lawan Singapura

Timnas Indonesia
Piala AFF 2024, Pelatih Vietnam Sebut Indonesia Kuat, Yakin Menang dan Juara

Piala AFF 2024, Pelatih Vietnam Sebut Indonesia Kuat, Yakin Menang dan Juara

Timnas Indonesia
Respons Media Vietnam Usai Segrup dengan Indonesia di Piala AFF 2024

Respons Media Vietnam Usai Segrup dengan Indonesia di Piala AFF 2024

Timnas Indonesia
Saat Shin Tae-yong Pilih Tak Hadir di Drawing Piala AFF 2024

Saat Shin Tae-yong Pilih Tak Hadir di Drawing Piala AFF 2024

Timnas Indonesia
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com