Portland, Minggu
”Saya sangat gembira berhasil merebut podium dan mengibarkan Merah Putih di Amerika. Apalagi, hasil ini diperoleh secara dramatis di etape khusus terakhir,” kata Rifat.
Drama yang dimaksudkan Rifat adalah pecahnya ban saat baru melintasi jarak 6,4 kilometer dari 15,4 kilometer yang harus dijalani. Rifat dan navigator Marshall Clarke memutuskan tetap melanjutkan reli tanpa mengganti ban agar tidak kehilangan banyak waktu.
Pemaksaan itu membuat ban menjadi hancur, tetapi Rifat tetap menjalankan mobil hanya dengan velg besi. Medan jalan yang buruk tidak menghentikan Rifat menuju finis.
Sampai di garis finis, Rifat dan Clarke mengganti ban, tetapi dongkrak mereka tidak mau naik sehingga mobil harus diganjal dengan batu. Saat ban diambil, Rifat melihat pecahan ban menyobek selang oli sehingga oli tercecer di mana-mana.
Akhirnya, mobil Rifat harus ditarik sampai dekat area servis. Mereka berdua juga harus mendorong mobil masuk ke area servis karena mesin tidak dapat dinyalakan lagi.
”Para penonton bersorak-sorai untuk mendukung saat kami mendorong mobil. Kami sungguh bergembira karena mereka menghargai usaha kami untuk naik ke podium,” kata Rifat.
Strategi pemaksaan saat ban pecah itu terbukti tepat. Dengan cara itu, Rifat hanya kalah 28,3 detik dari David Sterckx di etape khusus (special stage/SS) terakhir.
Secara akumulasi, Rifat masih unggul 12,3 detik atas Sterckx dan berhak naik ke podium ketiga. Tipisnya selisih waktu yang membuat Rifat menang itu membuat tim Fastron World Rally larut dalam sukacita.
”Dari awal, kami sadar bakal kehilangan podium jika harus mengganti ban yang pecah. Oleh karena itu, kami mengambil risiko dengan memaksa mobil untuk melaju meskipun hanya dengan velg. Untungnya kami masuk finis dan masih dapat merebut podium,” kata Rifat.