Dalam munas tersebut, Gita Wirjawan memperoleh 31 suara dari pengurus provinsi PBSI dan satu suara dari pengurus besar PBSI. Sementara Icuk Sugiarto hanya memperoleh dua suara dari Pengurus Provinsi PBSI DKI Jakarta dan Nusa Tenggara Barat.
Namun, pemilihan itu mendapat protes dari kubu Icuk dengan alasan proses pemilihan tidak dihadiri oleh semua calon. Proses pemilihan ketua umum PBSI memang dimajukan oleh panitia dari rencana Jumat pukul 16.00 menjadi pukul 11.00. ”Saya tidak diberi tahu kalau diajukan. Ini jelas permainan,” kata Icuk.
Dalam konferensi pers setelah dilangsungkan pemilihan ketua umum PBSI, Jumat petang, Ketua Panitia Penyelenggara Munas Kusdarto Purnomo menyatakan, sidang pleno dalam mata acara pandangan umum yang dibuka sekitar pukul 08.00 ternyata hanya berlangsung singkat, tak seperti yang diperkirakan. Akibatnya, jeda waktu menuju agenda pemilihan ketua umum PBSI terentang lama.
Karena ada waktu luang yang cukup panjang, Kusdarto menawarkan kepada peserta sidang untuk mempercepat pemilihan ketua. Semua peserta sidang menyetujui. ”Kami berulang-ulang menawarkan pengajuan pemilihan ketua, dan peserta sidang menyetujui,” ucapnya.
Akhirnya pemilihan ketua umum PBSI dilangsungkan tanpa dihadiri oleh dua kandidat calon ketua, yaitu Gita Wirjawan dan Icuk Sugiarto. Pemilihan itu akhirnya dimenangi mutlak oleh Gita.
Atas pemilihan ketua umum PBSI, Icuk dalam keterangan persnya menyatakan protes keras. Bukan hanya dia tidak diberi tahu soal pengajuan waktu pemilihan itu, melainkan juga menyangkut tata cara pemilihan.
”Dalam proses pemilihan harus dilakukan pemaparan misi dan visi para calon. Itu tidak dilakukan, langsung diadakan pemilihan. Ibaratnya, dalam sebuah pertandingan, saya baru pakai kaus kaki, tetapi lawan saya sudah dinyatakan menang,” kata Icuk.
Atas perlakuan yang menurut Icuk tidak adil ini, dia akan menggugat ke Badan Arbitrase Olahraga Indonesia. ”Karena pemilihan ini cacat hukum dan tidak sesuai dengan prosedur,” ujarnya.