Desa Tambea, desa lain di pesisir Pomalaa yang tak jauh dari Hakatutobu, juga mengalami nasib serupa. Syarief (50), salah satu warga yang dulunya pengumpul teripang dan ikan mengenang sebelum perairan di desanya keruh, ia bisa mendapat 30-40 tusuk ikan sekali melaut.
”Sekarang bisa dapat 1-2 tusuk saja sudah bagus. Dulu kami menjual ikan, sekarang membeli ikan,” katanya.
Kegundahan juga membekap warga Pulau Bangka di perairan Bitung, Sulawesi Utara, menyusul hadirnya alat-alat berat pengeruk bijih besi di area itu, setahun terakhir.
”Kami terancam diusir dari sini,” tutur Tinehas Lomobanaung (62) dan Wiliam Hadinaung (60), warga setempat.
Tinehas lalu menunjuk sejumlah kawasan di atas gunung di Pulau Bangka yang sudah dibongkar oleh investor. Sejumlah alat berat sudah siap.
Kegelisahan warga Pulau Bangka terpantik setelah bupati memperbarui izin usaha pertambangan bijih besi tahun 2010 dari lahan seluas 1.300 hektar menjadi 2.000 hektar. Padahal luas Pulau Bangka sendiri hanya 3.319 hektar. Pulau berpasir putih terletak di ujung utara Likupang ini dihuni 10.000 penduduk yang umumnya nelayan.
Menurut pengamat wisata laut Angelina Batuna, Pulau Bangka sangat eksotis sebagai pulau pariwisata. Di sini hidup Tarcius spectrum, primata terkecil di dunia. Pulau Bangka merupakan kawasan segitiga ekologi laut yang harus dilindungi, mencakup Pulau Bangka, Lembeh, dan Bunaken. ”Bila Pulau Bangka rusak, maka Bunaken dan Lembeh terancam rusak,” katanya.
Bupati Minahasa Utara Sompie Singal berdalih izin usaha pertambangan bijih besi diberikan kepada PT Mikgro Metal Perdana (MMP) yang didanai konsorsium Aempire Resource asal Hongkong masih tahap penelitian.
Apabila penelitian selesai, dilanjutkan dengan eksploitasi pertambangan bijih besi yang memberi kesejahteraan masyarakat di sana. ”Pendapatan asli daerah ini hanya Rp 20 juta per bulan. Dengan hadirnya investor, angka itu bisa berlipat ganda,” katanya.
Publikasi Konsorsium Aempire Resource melalui website 2011 menyebut eksploitasi bijih besi dilakukan selama dua tahun, dari 2012-2013, dengan total investasi 6.000 juta dollar AS (sekitar Rp 5 triliun) dengan deposit bijih besi sekitar 4 juta ton. Bijih besi jadi bahan baku peralatan militer, seperti tank.
William Hadinaung, tokoh masyarakat setempat, menuding bupati membela investor. ”Kami gelisah karena dalam proposal investor, Desa Kahuku akan direlokasi ke kawasan mangrove,” katanya.
Jika investor dan penguasa menghalalkan segala dalih, rakyat mau di bawa ke mana?