Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dayung, Sosok Ibu di Bendungan Ngalike

Kompas.com - 18/12/2013, 09:06 WIB
NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Thomas Hallatu tertunduk. Posisi tubuhnya yang semula tegak kemudian bersandar di tiang kayu podium penyerahan medali. Mata pedayung asal Ambon, Maluku, itu terpejam. Air mata tak kuasa ia tahan. Emosi yang dia pendam sejak ibunda Dorce Hallatu meninggal dua bulan lalu pecah di tepi Bandungan Ngalike, Naypyidaw, Myanmar, Selasa (17/12).

”Medali emas ini untuk mama. Kini mama telah tiada. Dua bulan sebelum saya berangkat ke sini, mama meninggal. Ini untuk mama,” ujar Thomas sambil terisak.

Atlet rowing berusia 31 tahun itu berada di pemusatan latihan Situ Cipule, Jawa Barat, saat ibunya meninggal. Berita duka itu tak membuatnya patah semangat. Pedayung bertubuh tinggi kekar itu berjuang lebih keras supaya bisa membayar pengorbanan mamanya dengan prestasi. ”Mamalah yang mendorong saya selama ini untuk jadi atlet yang bagus, menjadi sukses seperti ini. Itulah yang membuat saya lebih bersemangat berlatih dan berjuang di SEA Games ini,” ujar Thomas.

Thomas meraih dua emas dalam dua hari final cabang dayung disiplin rowing, Senin dan Selasa. Di hari pertama, Thomas meraih emas di nomor LM4- (kelas ringan empat pedayung putra) bersama Mochamad Alidarta Lakiki, Jamaluddin, dan Arief. Kemarin, Thomas kembali menjadi yang tercepat di nomor dua pedayung (LM2-) bersama pedayung asal Palopo, Sulawesi Tengah, Arief.

Thomas berjanji akan berlatih lebih giat untuk meraih lebih banyak prestasi demi mamanya, keluarga, dan bangsa Indonesia.

Sosok ibu juga menginspirasi Alidarta. Pedayung Sulawesi Tenggara itu berteriak paling keras sambil mengangkat tangan kanan yang terkepal ke udara saat timnya di nomor LM4- finis terdepan. Alidarta paling ekspresif dalam meluapkan kegembiraannya.

Medali emas di nomor terakhir hari Senin itu pantas dirayakan. Tim LM4- bersaing ketat dengan Thailand dan Vietnam. Vietnam sempat memimpin hingga 500 meter pertama sebelum diambil alih Indonesia saat memasuki setengah lintasan, 1.000 meter.

Namun, persaingan paling ketat ada pada 250 meter menjelang finis. Vietnam meningkatkan kecepatan dan hanya tertinggal setengah panjang perahu. Pedayung Indonesia juga menggenjot kayuhan untuk menjaga keunggulan.

Tim LM4- putra Indonesia menyelesaikan lintasan sepanjang 2.000 meter itu dalam waktu 6 menit 49,98 detik. Mereka hanya terpaut 1,53 detik dari Vietnam. Thailand di peringkat ketiga dengan catatan waktu 6 menit 52,19 detik.

”Di 250 meter terakhir, saya teringat ibu yang sangat berjasa dalam hidup saya. Saya menjadi sangat bersemangat dan bisa mendayung lebih kuat lagi saat ingat Ibu,” ujar Alidarta.

Sosok orangtua juga menginspirasi pedayung Maryam Magdalena Daimoi yang berpasangan dengan Wahyuni di nomor LW2x, dua pedayung putri. Jagoan dayung asal Sentani, Papua, itu selalu ingat petuah orangtuanya sebelum berangkat ke Myanmar.

”Mama dan papa berpesan supaya saya berjuang dengan sepenuh hati. Saat berlomba, jangan pikirkan menang atau kalah, yang penting berjuang sampai di garis finis karena Tuhan tidak tutup mata,” ujar Maryam yang baru pertama kali meraih emas SEA Games. (Agung Setyahadi, dari Naypyidaw, Myanmar)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com