KOMPAS.com - Dari beberapa tokoh dengan nama besar dalam sejarah bola basket Amerika Serikat dan dunia, Larry Bird merupakan salah satu legenda yang paling disegani.
Dengan tinggi 206 cm, Bird memang mudah untuk dikenali. Namun, prestasi dan permainannya-lah yang membuat namanya tetap dikenang hingga saat ini.
Sepanjang kariernya pada kompetisi tertinggi bola basket Amerika, Asosiasi Bakset Nasional (NBA), Bird hanya bermain untuk satu klub yaitu Boston Celtics.
Pria kelahiran 7 Desember 1956 tersebut merupakan small forward dan power forward andalan Celtics.
Selama 13 musim membela Celtics, dia 12 kali terpilih bermain di NBA All-Stars. Dia menjadi MVP liga dalam tiga musim berturut-turut (1984-1986).
Bird sukses membawa Celtics menjadi juara NBA sebanyak tiga kali, yaitu pada 1981, 1984, dan 1986. Dia menjadi MVP final pada dua tahun terakhir.
Sepanjang kariernya di NBA, dia mencatat 24,3 poin per pertandingan dan 10 rebound per pertandingan. Dia menjadi salah satu dari sedikit pemain yang bisa mencatat rata-rata double-double sepanjang karier.
Pada 1992, Bird bergabung dengan pemain bernama besar lainnya, termasuk Magic Johnson dan Michael Jordan, membela AS pada Olimpiade 1992 Barcelona.
Bagi AS, itu adalah kali pertama mereka mengirim pemain profesional ke Olimpiade. Tim yang dikenal dengan "Dream Team" tersebut berhasil meraih medali emas.
Setelah Olimpiade, Bird menyatakan pensiun, tepatnya pada 18 Agustus 1992, karena cedera pinggang yang tak kunjung pulih.
Setelah pensiun sebagai pemain, Bird tidak sepenuhnya meninggalkan dunia basket. Saat ini, pria yang dijuluki Larry Legend tersebut menjabat sebagai President of Basketball Operations Indiana Pacers.
Tidak takut mati
Bird memang spesial. Dengan tinggi dua meter lebih, dia bisa melakukan dribble, passing, dan tembakan dengan sangat baik.
Namun, tubuh tinggi tersebut memiliki risiko. Seseorang yang memiliki ukuran tubuh lebih tinggi akan memiliki pertumbuhan hormon yang lebih cepat.
Hal ini bisa mengakibatkan kerusakan dan disfungsi pada organ atau bagian tubuh tertentu. Umumnya, seseorang dengan tinggi seperti Bird, tidak akan bisa mencapai umur 75 tahun.
Pada 1995, Bird didiagnosis menderita fibrilasi atrium yakni gangguan irama atau detak jantung. Hal ini membuat ruang atau bilik atas jantungnya tidak berdetak sebagaimana mestinya.
Akibatnya, darah tidak akan terpompa sepenuhnya dan pada akhirnya bisa menyebabkan pengumpulan atau penggumpalan darah.
Kondisi ini bisa memicu terjadinya stroke, yang berakhir dengan kelumpuhan atau kematian.
Dengan pengobatan yang tepat, latihan, dan diet, gejala ini bisa dikontrol. Namun, Bird tidak suka dengan obat-obatan dan menolak meminum pil.
"Saya selalu berkata kepada istri saya, 'Kamu tidak melihat orang setinggi dua meter masih hidup saat berusia 75 tahun'. Dia benci setiap kali saya berkata seperti itu," kata Bird dalam wawancara dengan ESPN Magazine.
Moses Malone (60 tahun), Darryl Dawkins (58), Anthony Mason (48), Christian Welp (51), dan Jack Haley (51) merupakan para pebasket Amerika dengan tinggi di atas dua meter yang meninggal tahun lalu.
"Saya lihat sedikit sekali orang setinggi saya bisa hidup lama. Sebagaian besar orang seukuram kami sepertinya tidak akan hidup lama. Saya tidak terbangun tengah malam dan memikirkan itu. Jika itu terjadi, terjadilah," kata Bird menambahkan.
Dari keluarga "broken home"
Bagi Bird, basket merupakan salah satu cara untuk menghindar dari keluarganya yang bermasalah. Orangtuanya, Claude Joseph Bird dan Georgia, bercerai ketika dia masih SMA. Setahun kemudian, ayahnya bunuh diri.
Bird pernah mengatakan bahwa lahir dari keluarga miskin memotivasinya untuk menjadi orang yang lebih baik, hingga sekarang.
Masalah keluarga tidak menghalanginya untuk berprestasi. Saat membela Springs High School, dia mencatat rekor rata-rata 31 poin, 21 rebound, dan 4 assist dalam satu pertandingan. Rekor tersebut masih bertahan hingga sekarang.
Prestasinya ketika SMA menarik para pencari bakat di universitas. Dia lalu mendapat beasiswa dari Indiana University. Namun, Bird merasa tidak nyaman di sana dan memutuskan keluar, tak sampai sebulan setelah dia datang.
Setahun kemudian, dia masuk ke universitas yang jauh lebih kecil, Indiana State University. Meski tidak bisa membawa kampusnya menjadi jawara, di sanalah kemampuannya terasah hingga akhirnya menembus NBA dan menjadi bintang sepanjang masa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.