Karena itu pulalah saya hanya mengelus dada ketika sekolah mengusulkan kepada saya agar anak saya dipindahkan ke sekolah khusus atlet saja, atau memilih home schooling sebagai pemenuhan pendidikan formal. "Saya ingin pendidikan terbaik," kata saya.
Karena perbedaan inilah saya harus berkali-kali ke sekolah, baik untuk memintakan izin, mengejar pelajaran, atau sekadar menyapa para guru. Dalam beberapa pertemuan, anak saya kadang diminta hadir untuk mengetahui duduk perkaranya. Pada akhirnya, saya tahu, inilah yang paling membuatnya tertekan, hingga kemudian ada pertemuan siang ini.
Saya baru sempat bicara lagi dengan anak saya malam setelah pertemuan. Seperti biasa, ia hanya tertawa. Namun, berbeda dengan biasanya, ia menyiapkan segala materi sekolah yang harus dikejarnya menjelang berangkat "membela negara".
Saat itu saya ingin berkata, kalau kamu mau menghadapi masalah dan yakin dengan pilihan, di saat itulah Tuhan bekerja dengan cara tak terduga.
Namun, saya tak sanggup mengatakannya. Saya hanya mampu merasakannya.