Dalam disiplin MTB XC, kecepatan yang harus dicapai atlet tidak bisa dipastikan. Itu karena lintasan di setiap negara yang menjadi tuan rumah berbeda-beda karakter. Untuk mengantisipasi hal ini, pebalap semestinya disiapkan memiliki daya tahan dan kekuatan guna menuntaskan lintasan secepatnya.
Di luar itu, peralatan tanding juga menentukan. Sepeda berteknologi tinggi, yang mampu menghadapi segala rintangan di lintasan berbeda, menjadi senjata setiap pebalap.
Ironisnya, senjata-senjata itu tidak disediakan pemerintah. Para atlet dengan sangat mandiri membawa dan memakai peralatan perang milik masing-masing.
"Dari SEA Games 2011, ya, kami memakai sepeda yang kami miliki. Ini pemberian dari sponsor," ujar Kusma sambil mencuci sepedanya. Cuci sepeda ini menjadi agenda rutin setiap pebalap seusai berlatih. Kegiatan itu biasanya dilakukan bergantian. Saat Kusma dan Wilhelmina mandi, Bandi dan Chandra biasanya akan "memandikan" sepeda mereka terlebih dahulu atau sebaliknya.
Para pebalap MTB ini memang terbilang beruntung karena mendapat dukungan klub yang disponsori perusahaan produsen sepeda. Namun, ini hanya bisa terjadi jika para atlet itu berprestasi.
"Tanpa ada klub, saya tidak tahu bagaimana pelatnas akan berjalan," ujar Oki.
Kusma, Bandi, dan Chandra merupakan anggota Polygon Factory Team. Sebagai anggota klub yang juga pabrikan sepeda, hal itu menguntungkan mereka.
Ketika Polygon mengeluarkan sepeda baru, mereka menjadi orang pertama yang berhak menjajal dan memakainya. "Acap kali kami membutuhkan peralatan atau bagian-bagian dari sepeda. Dengan adanya klub dan sponsor, kami dengan mudah bisa mendapat peralatan itu," ujar Bandi.
Ini sedikit berbeda dengan Wilhelmina yang lebih yunior. Dia baru mendapat dukungan sepeda dari Polygon. Untuk peralatan, dia biasanya membeli sendiri.
Dengan banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi, memang agak mustahil mengharapkan dukungan sepenuhnya dari pemerintah. Jangankan untuk peralatan, buat makan pun Oki harus pintar-pintar mengatur anggaran berupa jatah akomodasi dari Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas.
Untuk makan sehari-hari, para atlet biasanya makan di warung langganan yang dipilih Oki. Warung ini menyediakan menu cukup lengkap berupa sayur dan lauk-pauk. Atlet bahkan bisa memesan menu yang mereka inginkan, sehari sebelum makan.
Pemilik warung akan mencatat setiap kali para atlet itu makan, baik dibungkus maupun makan di tempat. Pembayaran dilakukan setelah uang akomodasi turun. Itu pun Oki lebih sering merogoh kocek sendiri untuk menalangi pembayaran kepada pemilik warung.
Oki dan asisten pelatih Abdurahman juga dengan sukarela membayari gaji seorang mekanik yang juga punya peran penting dalam membantu pelatnas MTB. Oki juga mencarikan masseur yang juga penting untuk menjaga kebugaran atlet.
Maka, peran Oki sebagai pelatih tak ubahnya seperti kepala rumah tangga dalam sebuah keluarga.
Sebagai pelatih, Oki harus menjaga kondisi pelatnas senyaman mungkin bagi atlet-atletnya. "Saya sampai minta pengertian kepada keluarga mereka. Kalau ada apa-apa di rumah tapi tidak terlalu darurat, tidak usah memberikan kabar ke sini. Ini supaya atlet fokus latihan. Toh, kalau mereka berhasil dan dapat penghargaan, keluarga juga bisa merasakan hasilnya," tutur Oki.
Pelatnas balap sepeda disiplin jalan raya di Subang, Jawa Barat, berlangsung serupa. Para pebalap yang bergabung di sini umumnya berlatih dengan peralatan atas dukungan sponsor.
Pebalap disiplin BMX yang sempat berlatih di Swiss, Elga Kharisma Novanda dan Toni Syarifudin, juga bertarung dengan sponsor sendiri.
"Aku punya sponsor, Thrill Factory. Itu yang membantuku. Segala keperluan tandingku mereka yang menyiapkan," ujar Elga. (HLN/IYA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.