JAKARTA, KOMPAS -
Salah satu atlet pencak silat, Dian Kristanto, mengungkapkan, pelindung tubuh (body protector) yang tersedia di pemusatan latihan nasional (pelatnas) kali ini sangat terbatas. ”Pelindung tubuh penting untuk atlet bela diri seperti kami yang selalu melakukan kontak fisik. Kalau tidak ada pelindung tubuh, potensi cedera besar,” ujar Dian, peraih emas di SEA Games 2007 dan 2011, Jumat di Jakarta.
Dian, atlet langganan pelatnas sejak 2005 itu, mengatakan, ia kadang berlatih tanpa pelindung tubuh sembari menunggu datangnya jatah pelindung tubuh. ”Untuk menghindari cedera, saya dan teman-teman biasanya saling mengontrol gerakan saat berlatih,” kata Dian, yang akan menjalani SEA Games keempatnya.
Dian mengungkapkan, ia dan beberapa atlet lain harus bergantian menggunakan pelindung tubuh sisa pelatnas SEA Games 2011 yang kondisinya sudah tidak layak.
”Beberapa tali pengikat pelindung tubuh sudah putus. Namun, karena pelindung tubuh sangat penting bagi atlet, mau tidak mau fasilitas yang ada itu kami gunakan,” ujar juara dunia pencak silat 2010 itu.
Hal serupa terjadi di cabang wushu dan tinju. Sejumlah atlet wushu berlatih dengan fasilitas latihan yang kurang layak, seperti karpet alas latihan yang tidak rata, sepatu khusus wushu yang usang, pedang yang hampir putus, dan tombak yang melengkung, bahkan patah.
Salah seorang atlet, Natalie Chriselda Tanasa, terpaksa memplester pedangnya yang hampir putus. Ia mengatakan, meski masih bisa dipaksakan untuk dipakai, senjata itu cukup menghambat proses latihan.
”Saat bergerak menusuk, pedang tidak bisa berbunyi nyaring. Selain itu, pedang terasa lebih berat dan membuat saya tidak leluasa mengeluarkan tenaga sepenuhnya karena khawatir patah,” ujar atlet peraih 1 emas dan 1 perak untuk Provinsi Jawa Timur di PON Riau 2012 itu.
Di pelatnas tinju, dari 10 papan wallbag (dinding target) hanya sembilan papan yang terisi. Empat wallbag di antaranya robek, dan satu lainnya tidak bisa digunakan lagi karena sudah berlubang.