”Saat itu saya sudah satu bulan bersekolah di SMP. Namun, dijawab lebih baik saya mengikuti panggilan pelatnas. Urusan sekolah bisa nanti. Saya ikuti saja. Tak tahunya, begitu saya mundur dari pelatnas 1999, saat saya 22 tahun, pengurus sudah berganti dan tidak lagi memedulikan pendidikan saya yang terhenti,” ujar Leni.
Sebagai atlet yang sudah mengharumkan Jambi, Leni mencoba menghadap Wali Kota Jambi saat itu. Hasilnya nihil.
”Saya datang untuk mempertanyakan janji beliau, atlet-atlet Jambi yang mengharumkan Jambi dan Indonesia di SEA Games akan mendapat pekerjaan. Namun, sampai hari ini, saya tidak tahu kabar janji itu,” ujar Leni dengan sedih. Alhasil, sebagai ibu rumah tangga dengan bekal ijazah SD, Leni tidak memiliki kecakapan apa pun.
Leni pun menyimpulkan, tiada gunanya menjadi juara Asia, bahkan juara dunia sekalipun. ”Tak ada perhatian dari pemerintah, khususnya Pemprov Jambi. Saya sudah mengharumkan Jambi melalui dayung. Saya sampai melarang anak saya jadi atlet karena sakit hati,” ujarnya sambil menahan derai air mata.
Saking kecewanya dengan dunia olahraga yang pernah ia geluti dan kepepet kebutuhan untuk mengobati anaknya, Leni pernah mau menjual medali- medalinya. ”Saya sudah habis- habisan mengobati Adek. Rumah dan tanah milik suami sudah dijual untuk mengobati Adek. Kalau ada yang tertarik, saya mau menjual medali emas milik saya,” ujar Leni.
SELENGKAPNYA BACA KOMPAS CETAK JUMAT 30 NOVEMBER 201
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.