”Prestasi itu pencapaian menakjubkan yang dia raih di turnamen grand slam,” kata Tony kepada Radio ACN.
”Sam menginginkan hal ini bertahun-tahun lalu. Suatu hal luar biasa dia dapat melakukannya di Amerika, melawan pemain yang dalam kondisi sehat. Dia tampil luar biasa dan pantas mendapatkannya. Tidak ada kekhawatiran tentang itu. Dia tampil fantastis,” ujar Tony.
Menurut Tony, seusai pertandingan, Stosur langsung menghubungi mereka. ”Saya mengaktifkan pengeras suara sehingga semua orang bisa mendengarkan apa yang dikatakannya. Dia sangat gembira,” kata Tony.
Stosur saat wawancara di lapangan seusai pertandingan mengatakan, ”Saya mengalami hari-hari terbaik saya dan saya sangat beruntung saya mendapatkannya di New York.”
”Sejak mulai bermain, saya bermimpi berada di sini suatu hari. Saya tidak tahu mau bicara apa lagi. Serena, Anda petenis yang fantastis, juara besar, dan telah menyumbangkan banyak hal besar untuk olahraga ini,” kata Stosur.
Kebalikan dari Stosur, Serena malah membuyarkan harapan penonton tuan rumah. Bukannya menghadiahi Amerika Serikat gelar pada peringatan 10 tahun tragedi 11 September, Serena malah kalah dan meninggalkan noda pertandingan pada tersebut.
Serena berulang kali mendebat wasit Eva Asderaki. Dia gagal menyuguhkan permainan terbaiknya. Bahkan, dia memuntahkan frustrasi dalam dirinya kepada ofisial pertandingan. Dampaknya, Serena diduga melanggar. Tindakannya saat itu mirip dengan kejadian di Flushing Meadows dua tahun lalu.
Penyelenggara turnamen menyelidiki kasus itu dan akan membeberkan hasil penyelidikan Senin pekan depan.
Hingga sekarang, Serena masih dalam masa percobaan atas kemarahannya pada 2009. Oleh karena itu, Serena terancam sanksi larangan tampil jika kejadian itu dinilai sebagai ”pelanggaran berat”.
”Saya ingin menang pada momen peringatan tragedi 11 September. Sebagai satu-satunya petenis AS yang tersisa di final, saya ingin tampil bagus. Akan tetapi, semuanya tidak berlangsung sesuai rencana,” kata Serena kecewa.