Liliyana pun kian dekat untuk mencapai hattrick sebagai juara dunia. Melawan Lee/Chien, di Wembley Arena, London, Inggris, Liliyana membuktikan diri sebagai salah satu pemain putri terbaik Indonesia di ganda campuran. Cegatannya di depan jaring cepat dan dia juga tak ragu untuk menghunjamkan smes keras jika posisinya terdorong ke wilayah belakang lapangan.
Rotasi yang mulus antara pasangan Indonesia itu tak mampu diimbangi ganda Taiwan yang akhirnya menyerah setelah mencoba bertahan selama 25 menit.
Kurang dari setahun silam sejak pasangan lamanya, Nova Widianto, pensiun dari pelatnas Cipayung, Liliyana yang 9 September mendatang genap berusia 26 tahun pun disandingkan dengan Tontowi. Prestasi keduanya langsung berkibar.
Empat kali Liliyana/Tontowi menjadi juara di seri kejuaraan bulu tangkis dunia, yaitu di Grand Prix Gold Indonesia 2010, India Terbuka, Malaysia Terbuka, dan Singapura Terbuka 2011.
Sebelumnya, bersama Nova, Liliyana dua kali menjadi juara dunia, yaitu pada 2005 dan 2007. ”Tentu pengalaman Tontowi belum sekaya Nova. Begitu juga kekayaan taktiknya. Dia juga belum banyak turun di kejuaraan-kejuaraan besar. Namun, kini kami kian padu. Dia bisa cepat mengantisipasi permainan lawan dan komunikasi di antara kami terjalin baik,” kata Liliyana kepada wartawan Kompas
Sukses ganda campuran itu juga diikuti oleh pasangan putri non-pelatnas, Vita Marissa/Nadya Melati. Hadir di Wembley tanpa dampingan pelatih, keduanya lolos ke perempat final dengan menyapu ganda Belanda, Selena Piek/Iris Tabeling, 21-11, 21-10.
Sayang, sukses dua pasangan tersebut tak diikuti ganda putra Hendra Aprida Gunawan/Alvent Yulianto. Lewat pertarungan ketat selama 64 menit, Hendra/Alvent menyerah di tangan pasangan Denmark, Jonas Rasmussen/Mads Conrad-Petersen, 20-22, 21-13, 18-21. ”Mereka bermain dengan tempo yang tak terlalu cepat, dengan bola-bola silang dan serangan cepat. Sebenarnya tipe kami juga seperti itu. Sayang, kali ini tak berjalan dengan baik,” ujar Alvent.
Di gim ketiga, permainan yang menghindari reli panjang dengan bola-bola rendah dan sesekali smes itu membuat Alvent/Hendra tertinggal jauh, 3-10, 5-14, 6-17, hingga 10-19. Di saat itulah, pasangan Indonesia mengubah taktik.