Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pungli di Lintas Sumatera Jadi Momok bagi Tim-tim Balap

MEDAN, KOMPAS.com - Kejuaraan road race yang digelar di suatu kota acapkali tak hanya diikuti tim-tim balap di kota tersebut, tapi juga dari daerah lain.

Tak terkecuali pada gelaran Yamaha Cup Race 2019 Seri II di Medan.

Seri pembuka wilayah Sumatera ini diikuti berbagai tim dari berbagai kota di Pulau Andalas, misalnya dari Aceh, Padang hingga yang terjauh, Lampung.

Karena harus berlaga di kota lain, tim-tim tersebut mau tak mau harus mengirim motor-motor balapnya lewat jalan darat.

Demi menekan biaya, pengiriman motor lewat jalur darat tentu lebih murah.

Kendati demikian, ada momok yang harus dialami tim-tim balap tersebut, yang tentu saja membuat mereka harus mengeluarkan uang ekstra, yakni pungutan liar alias pungli.

Pungli disebut-sebut sangat marak di jalan lintas Sumatera. Pelakunya bahkan mulai dari preman hingga oknum aparat.

Seperti itulah pengakuan Umar, salah seorang manajer tim Lampung yang turun dalam YCR Seri Medan.

Selama perjalanan dua hari dua malam dari Lampung ke Medan, ia menyebut kru yang membawa motor kerap dimintai pungli.

Jika pelakunya preman, maka pungli diminta sebagai setoran karena mobil melintas di wilayah tempat bermukimnya para preman-preman tersebut.

Namun bila pelakunya oknum aparat, alasannya terkadang sesuatu yang dinilai mengada-ada dan cenderung cari kasalahan.

Misalnya, motor yang tidak dilengkapi alat standar keamanan hingga pajak yang mati.

"Sudah ada surat jalan segala macam, masih saja dicari-cari pakai mati pajak lah. Padahal kan motornhya cuma untuk balap (pemakaian di sirkuit bukan di jalan raya)," kata Umar saat ditemui di paddock di sela-sela gelaran YRC Medan, di Sirkuit Pancing, Minggu (30/6/2019).

Banyaknya pungli membuat Umar harus menyediakan dana khusus.

Besarannya bisa mencapai Rp 2 juta untuk sekali jalan.

Jumlah pungli yang diminta bervariasi. Namun uang pungli yang diminta oknum aparat lebih besar ketimbang preman.

"Preman dikasih Rp 10.000-20.000 mau. Polisi minimal Rp 50.000 sampai 200.000," ujar Umar.

Pengakuan yang disampaikan Umar juga dibenarkan Korik, manajer tim balap asal Padang.

Hanya saja, Korik mengaku hanya diminta pungli oleh preman, tak pernah oleh oknum aparat.

Menurut Korik, tak semua jalur lintas Sumatera rawan pungli.

Beberapa daerah rawan kerap hanya ditemui di wilayah Lampung dan Sumatera Selatan.

Karena itu, pada gelaran YCR Seri Medan, perjalanan tim balap Korik dari Padang relatif aman.

"Lain daerah lain pula aturannya," ucap Korik.

Perjalanan di Jawa lebih aman

Meski berbasis di Sumatera, baik tim Korik maupun Umar sama-sama kerap melakukan perjalanan ke Jawa.

Berbeda dengan di Sumatera, keduanya menyebut jalur di Jawa relatif aman. Sebab mereka tak pernah sama sekali menemui pungli.

"Saya pernah sampai ke Surabaya. Pernah ke Yogya, Purwokerto, dan Sentul. Kalau di Jawa, aman," kata Korik.

Khusus Umar, kendati Jawa relatif aman dan dekat dari Lampung, tim balap yang dipimpin tak bisa berlaga di sana.

Pasalnya, persaingan di Jawa relatif lebih ketat dibanding Sumatera.

Dengan persaingan yang lebih longgar, tentu tim balap Umar lebih berpeluang menang dan meraih poin untuk lolos ke final tingkat nasional.

Karena itu, tim balap Umar mau tak mau harus menempuh perjalanan jauh dan tak aman ke Medan, ketimbang menyeberang ke Jawa.

"Kalau di Jawa jalannya aman. Cuma keluar biaya karena harus lewat tol terus," pungkas Umar.

https://olahraga.kompas.com/read/2019/06/30/16420088/pungli-di-lintas-sumatera-jadi-momok-bagi-tim-tim-balap

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke