Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hasil Buruk Akuatik di Asian Games Berbuntut Panjang

JAKARTA, Kompas.com - Hasil buruk yang dicatat tim akuatik Indonesia pada ajang Asian Games 2018 lalu membuat cabor ini diperkirakan sulit tampil maksimal di SEA Games 2019 di Filipina, Desember mendatang.

Hal ini diakui oleh ketua umum PB PRSI, Harlin E. Rahardjo saat bertemu media di Soma Coffe Shop, stadion akuatik GBK Senayan, Selasa (23/04/2019).  Menurut Harlin, hasil nihil medali yang diraih tim akuatik Indonesia membuat pihak Kemenpora  membatasi anggaran dana yang disediakan buat cabor ini sebagai persiapan menuju SEA GAmes 2019.

"Kami mengajukan anggaran Pelatnas sebesar 50 milyar rupiah dengan rincian 26 atlet renang prestasi, 12 atlet loncat indah dan 13 atlet polo air. Sayangnya yang disetujui baru 9 milyar," kata Harlin. "Itu pun dengan perkiraan Pelatnas baru akan dilakukan selama lima bulan sebelum pelaksanaan SEA Games pada Desember mendatang."

Menurut Harlin pihaknya masih berharap akan ada peningkatan anggaran Pelatnas tersebut. "Kalau tidak kami terpaksa menekan kuota atlet SEA Games untuk renang menjadi hanya 10 atlet, 3 untuk atlt loncat indah dan tentunya tetap 13 untuk polo air," ungkap Harlin.  "Kami sudah menjelaskan bahwa lawan-lawan pada SEA Games sangat berbeda kelas dengan Asian Games yang ada kekuatan dunia sepereti China, Jepang dan Korea."

Cara penghematan lain yang diperhitungkan oleh PB PRSI adalah dengan mengandalkan pada perbedaan penanganan Pelatnas sentralisasi dan desentralisasi. "Kalau sentralisasi, tentu kami berusaha menekan pada  akomodasi, seperti perumahan untuk atlet polo air. Atau alternatif lain untuk atlet renang adalah mengandalkan pelatnas desentralisasi dengan melihat pada pelatihan pada Pelatda," lanjutnya.

Kondisi terbatasnya anggaran memang membuat atlet-atlet nasional belum mendapatkan uang pelatnas sebagai persiapan menuju SEA Games. Lebih parah lagi, sebagian atlet juga belum memperoleh uang pembinaan bulanan sebagai atlet Pelatda. Seperti yang dialami atlet Pelatda DKI yang masih belum menerima uang pembinaan sejak Januari 2019. Padahal sebagain dari atlet tersebut  harus membiayai latihan di luar daerah dan bahkan di luar negeri dengan biaya sendiri.

Seperti yang dirasakan atlet Pelada DKI asal Bali, AA Isteri Kania Ratih yang memutuskan melanjutkan latihan di daerah asalnya di Bali karena  untuk menghemat biaya akomodasi apabila harus berlatih di Jakarta. Kania yang akan membela DKI pada Festival AKuatik Indonesia (FAI) 20-19 di stadion akuatik, GBK Senayan pada 25-28 April ini mengaku harus membiayai sendiri apabila harus bertanding di luar daerahnya. "Kecuali bila uji coba atau bertanding di luar negeri atas nama negara," kata Kania yang pernah meraih medali SEA Games.

Harlin menyebut uang pembinaan atlet Pelatda memang tergantung pada kebijakan Pengprov masing-masing. Sementara untuk uang pembinaan pelatnas, pihaknya masih bergantung penuh kepada Kemenpora. "Kita harap saja uang pembinaan dapat segera keluar, biar atletnya dapat berkonsentrasi untuk mengejar peningkatan perolehan medali di SEA Games Filipina, dari 4 menjadi 6 medali emas," lanjut Harlin.

https://olahraga.kompas.com/read/2019/04/23/20560138/hasil-buruk-akuatik-di-asian-games-berbuntut-panjang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke