Bela Diri, Jalan Keluar dari Kemiskinan bagi Seorang Atlet Asian Games

KOMPAS.com - Eko Roni Saputra merupakan salah satu petarung Indonesia yang akan berjuang di ajang ONE Championship, Roots of Honor.

Siapa sangka, keterlibatan Eko Roni Saputra dengan dunia bela diri itu terjadi karena usahanya untuk keluar dari kemiskinan.

"Ayah saya adalah seorang penjual ikan di Samarinda, tetapi kemudian usahanya bangkrut. Lalu, ia berpindah profesi menjadi pelatih tinju karena memang pernah menjadi petinju saat muda," kata Eko mengenang masa kecilnya.

"Bagi saya waktu itu, menjadi seorang ahli bela diri adalah jalan keluar dari kemiskinan. Saya kemudian belajar tinju dan bergabung dengan turnamen-turnamen junior semasa SD. Saya tidak terkalahkan waktu itu," tutur atlet berusia 27 tahun itu.

Meski mengawali karier sebagai petinju, Eko Roni Saputra justru mendapatkan nama setelah menjadi pegulat. Dia menjadi salah satu atlet gulat yang membawa nama Indonesia di Asian Games 2018.

Ketika itu, Eko gagal mendapatkan medali. Dia kalah di perempat final dari wakil China, Liu Minghu.

Pindah disiplin bela diri dari tinju ke gulat juga tak lepas dari peran sang ayah. Awalnya, Eko tak suka, tetapi sang ayah terus meyakinkannya bahwa menjadi juara nasional di cabang gulat lebih terbuka.

Kondisi ekonomi jualah yang membuat usaha Eko kian berat. Dia harus berlatih dengan menempuh jarak 5-6 kilometer dengan berjalan kaki.

"Kalau ada lomba, kami harus tinggal di mes yang tidak memiliki (fasilitas) apa-apa. Kami makan seadanya," tuturnya.

"Namun, saya hanya memikirkan untuk fokus dalam memotivasi diri. Kehidupan sudah susah. Kalau ingin hidup enak, harus berusaha keras," ucap dia.

Determinasi dan kegigihannya selama ini terbayar ketika Eko Roni Saputra bergabung dengan ONE dan pindah ke Singapura untuk berlatih di bawah Evolve sejak 7 bulan lalu.

Saat ini, ia akan melawan Niko Soe dari Singapura di salah satu pertandingan pembukaan dari ajang ONE: Roots of Honor.