TENGGARONG, KOMPAS.com — Olahraga balap sepeda memang kurang populer di mata masyarakat Indonesia dan banyak pula yang tak familiar dengan jenis dan istilah olahraga tersebut. Jenis olahraga ini terdiri dari dua kelompok besar, yakni balap sepeda dan balap sepeda gunung. Jika mempelajari balap sepeda secara mendalam, maka akan timbul rasa kagum.
Olahraga yang lahir di Perancis ini telah mengalami perkembangan pesat, terutama teknologi sepeda itu sendiri. Seperti yang terlihat di Kejuaraan Balap Sepeda Asia ke-29 dan Balap Sepeda Junior Asia ke-16 di Velodrome Tenggarong, 14-20 Agustus.
Berbagai jenis produk sepeda dibawa para atlet dari berbagai negara peserta. Ada sepeda merek Look, Fulcum, dan Time buatan Perancis. Kemudian, Italia tak kalah pamer dengan memproduksi Pinarello, Colnago, Cinneli, dan Olmo.
Persaingan juga datang dari Belanda dengan merek Batavus, dan Belgia dengan produk Eddy Merckxs. Taiwan juga sudah mengeluarkan beberapa merek terkenal di dunia, seperti Giant dan Merida.
Sepeda-sepeda tersebut sudah berteknologi tinggi. Terdapat bahan canggih di dalamnya, yakni carbon composit monoque. Selain ringan, kerangkanya juga tanpa las karena pembuataannya dengan cara dicetak. Bentuknya memang terlihat kaku, tetapi hal itu memudahkan pebalap mengayuh sepeda dengan kecepatan maksimal karena bentuknya aerodinamis.
"Bahan karbon sepeda sekarang lain dengan yang dulu. Sepeda zaman dulu terbuat dari kromoli seperti sepeda saya dulu saat jadi pebalap," kata pelatih sekaligus mekanik tim nasional Indonesia, Nurrahman, di mes atlet, kompleks olahraga Tenggarong Seberang, Rabu (19/8).
Karena itu, orang awam akan geleng-geleng kepala saat tahu harga sepeda tersebut. Sepeda balap yang dipakai Shantia Trikusumah harganya ratusan juta. Nurrahman memperlihatkan sepeda yang dipakai Shantia bermerek Look. Harganya Rp 100 juta. Kerangka sepeda pebalap andalan Indonesia ini berwarna hitam dipadu hiasan tulisan mencolok Look di tengah.
"Sepeda Shantia ini masih kalah mahal dibanding milik pebalap China, bedanya hanya pada tipenya saja," ujarnya. Sepeda Shantia Look 496, sementara milik Zheng Lulu, Look tipe 497. Harga sepeda pebalap China itu mencapai Rp 150 juta.
Ada juga pebalap Indonesia yang mengayuh sepeda merek BT atau Bike Technologies buatan Australia. Harga sepeda itu "hanya" Rp 80 juta.
Nurrahman menceritakan, ada penambahan teknologi sepeda setiap olimpiade berlangsung. Artinya, selama empat tahun sekali pasti terdapat sepeda dengan tipe baru yang lebih baik teknologinya. "Biasanya terjadi setiap menjelang olimpiade," ujar peraih perak SEA Games 1995 Manila ini.
Selain kerangka sepeda yang berteknologi tinggi dan mahal, ada pula pedal, sadel, ban, velg, tapal, handle bar dengan harga selangit. Velg Mavic Disc atau lima jari berbahan kevlar harganya Rp 10 juta, ban merek Continental dengan ketebalan dua milimeter mencapai Rp 800.000 per unit. Tapal merek Look harganya Rp 4 juta-Rp 6 juta berbahan karbon. Helm merek Giro berbentuk aerodinamis dipakai Shantia bernilai Rp 3 juta-Rp 5 juta.
"Bisa dibilang, olahraga ini sangat mahal peralatannya," ujar pebalap asal Semarang ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.