Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menghargai Gubernur Lewat Piala Gubernur

Kompas.com - 11/10/2015, 23:42 WIB
Tjahjo Sasongko

Penulis

JAKARTA, Kompas.com - Sebuah trofi atau Piala kegiatan Olah Raga sebenarnya adalah representasi dari penghormatan para pelaku olahraga terhadap individu atau lembaga yang namanya digunakan.

Di cabang bulu tangkis kita mengenal Piala Thomas, Piala Uber dan Piala Sudirman. Baik tuan rumah mau pun para atlet yang bertanding sejak berpuluh tahun lalu berupaya menghormati nama-nama yang diabadikan dalam trofi dengan menjadi penyelenggara yang baik dan peserta yang sportif.

Penggunaan nama jabatan Gubernur pada kejuaraan renang Piala Gubernur DKI tentunya juga dimaksudkan untuk menghormati individu si pemangku jabatan. Sejak pertamakali diadakan pada jaman Gubernur DCI Ali Sadikin, ajang ini merupakan penghormatan oleh penyelenggara dan para atlet peserta terhadap sosok Gubernur.

Karena itulah kejuaraan renang Piala Gubernur DKI Jakarta XXXI/2015 di kolam renang Gelora Bung Karno Senayan, 8-11 Oktober 2015 ini seharusnya juga adalah ajang penghormatan terhadap sosok Gubernur Jakarta saat ini, Basuki Tjahaja Purnama.

Sayangnya  penyelenggaraan kejuaraan tahunan ini justru jauh dari harapan. Harapan agar Piala Gubernur memunculkan semangat seperti yang selalu didengungkan Gubernur Basuki selama ini yaitu transparansi, keterbukaan dan akuntabilitas atau sesuatu yang harus bisa dipertanggungjawabkan.

Dengan jumlah peserta 518 putra dan puteri dan puteri dari 34 perkumpulan renang, Piala Gubernur XXXI/2015 sebenarnya berpotensi menjadi ajang yang kompetitif. Sayangnya,  prasarana maupun tenaga penyelenggara yang terbatas secara kualitas membuat ajang ini menjadi merosot dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Hal yang paling mencolok adalah penggunaan teknologi penghitung waktu elektronik atau teknologi touchpad. Sejak hari pertama hingga hari terakhir, teknologi ini  justru membuat repot dalam akurasi waktu yang tercatat.  Akibatnya hasil yang biasanya langsung dapat diunduh seketika di aplikasi meet mobile -seperti di kejuaraan-kejuaraan di Jawa Barat- baru dapat diketahui peserta, bahkan  dalam waktu 24 jam.

Kekurangan ini menjadi semakin terasa  karena banyaknya  kesalahan waktu atau hasil waktu yang dicatat para atlet. Para atlet ini kesulitan untuk mengajukan protes apabila dirugikan karena terbentur pada peraturan yang menyebut protes hanya diajukan dalam waktu kurang dari satu jam setelah lomba berakhir dengan membayar uang jaminan sebesar Rp 1 juta.

Setelah kondisi ini menimbulkan banyak protes, panitia mencoba mengurangi  keparahan dengan memperbaiki sistem. Itu pun hasil  yang muncul tidak bisa seketika, karena hasil baru muncul  dalam waktu setidaknya 1 jam.  Belum lagi terjadi banyaknya waktu final para peserta yang tertukar atau terlalu berbeda dengan penghitungan manual.  Sebagai catatan, untuik menopang  atau memback up hasil penghitungan elektronik, panitia juga menggunakan 2 penghitung waktu (timer) pada setiap lintasan.

Pelatih nasional Albert C. Sutanto menyayangkan panitia yang  tidak berkonsultasi dengan pihak PB PRSI tentang pemenuhan perangkat dan standar pertandingan. "Penggunaan alat penghitung atau pencatat waktu elketronik pun ada tingkatan dalam hal akurasi. Dari yang hanya 40 persen, sampai yang mendekati akurasi waktu final yang sesungguhnya.  Kalau yang digunakan saat ini sepertinya yang sekitar 40 persen dan karena sudah berumur memang sering  terganggu," kata Albert.

Albert yang memimpin Perkumpulan Renang Millennium Aquatic Jakarta juga menyebut  kekurangan lain adalah  pada perangkat pertandingan. "Seharusnya perangkat pertandingan juga mengupgrade diri dengan perkembangan di dunia renang, terutama dalam hal perkembangan teknik. Beberapa atlet terkena diskualifikasi  di gaya dada, karena mereka menggunakan teknik  gerakan kaki yang baru dan tidak diijinkan pada gaya yang lama,"kata Albert.

Ia sempat mengajukan protes karena beberapa atletnya terkena diskualifikasi saat pertandingan  gaya dada. "Protes kami diterima dan teknik gaya dada yang baru diperbolehkan. Tetapi anehnya, protes ini tidak bisa membatalkan keputsuan diskualifikasi yang sudah dikeluarkan," lanjut Albert. "Yang kasihan kan anak-anak. Mereka kan hanya mengikuti apa yang diinstruksikan pelatih."

Dengan segala kekurangan ini, Albert dan beberapa pelatih perkumpulan renang lainnya meminta agar hasil Piala Gubernur XXXI/2015 ini tdiak bisa dipaksakan masuk dalam  penentuan peringkat perenang baik untuk provinsi atau pun nasional.  "Memang ada beberapa pemecahan rekor Kelompok Umur. Tetapi seperti yang sering diejek oleh kalangan renang daerah ;lain  bahwa  DKI sering menetapkan prasyarat pencatatan rekor seenaknya," kata seorang pelatih.

Beberapa orang tua atlet atau pun pelatih bahkan meminta ketua umum Pengprov PRSI DKI, Rudy Salahuddin Ramto untuk menjelaskan keraguan tentang hasil Piala Gubernur kali ini dan juga  lebih  memerhatikan  proses penentuan peringkat para atlet rennag terutama sebagai persiapan menghadapi Pekan Olahraga Nasional di Bandung pada 2016.

"Sementara Jawa Barat dan Jawa Timur sudah makin mengerucut, kita malah ribut sendiri, karena di cabang renang kita memang tidak fokus. Masih sering tercampur antara mempersiapkan atlet buat PON 2016 atau 2020."

Ajang Piala Gubernur XXXi/2015 berakhir dengan tanda tanya. Tidak ada  pengumuman siapa yang menjadi juara umum atau pun siapa saja yang menjadi atlet terbaik baik di Kelompok Umur IV hingga KU senior.  Situasi ini membuat bingung para atlet muda seperti Diwyastra Santhani dari PR ISA yang berpeluang menjadi atlet terbaik di kelompok usia III (12-13 tahun). "Saya mendapatkan 4 medali emas om. Ada penentuan atlet terbaik tidak ya?" kata pelajar kelas 8 ini.

Sementara  Albert Sutanto sendiri akhirnya memutuskan mengambil sendiri trofi bergilir Piala Gubernur yang direbut PR Millennium Aquatic pada 2014 lalu. "Saya tanya siapa juara umum, panitia bilang  masih kami hitung. Daripada repot, saya bawa saja. Toh secara logis, PR kami memang memiliki poin terbanyak," katanya. "Setidaknya kami akan jaga lagi trofi dari Gubernur  ini setahun ke depan..."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com