"Atlet pelatnas harus dipersiapkan fisiknya jelang mengikuti turnamen. Fisik atlet harus tahan untuk mengikuti dua atau tiga turnamen berturut-turut, harus bisa konsisten. Misalnya setelah mengikuti All England, atlet harus siap fisiknya untuk langsung bertanding di Swiss Open. PBSI harus punya parameter seperti ini," kata Basri Yusuf, Kepala Bidang Pengembangan PP PBSI.
"Dengan adanya parameter fisik ini, PBSI telah menciptakan sistem dan standar yang baku,” tambah Basri.
Terkait dengan penetapan parameter ini, tiap atlet akan memiliki catatan yang disebut rapor atlet pelatnas. Rapor ini akan merangkum seluruh pencapaian atlet (performance analysis) di tiap turnamen, berikut lima jenis tes fisik setiap bulannya, mulai dari target hingga hasil yang didapat.
"Saat ini, tim pelatih harus memaksimalkan performance analysis karena hal ini sangat penting, di mana negara-negara lain sudah lama menerapkan sistem ini secara terpadu. Misalnya Tiongkok yang sudah lama memanfaatkan teknologi di bulu tangkis," kata Rexy Mainaky, Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI.
"Contohnya saat Anggia Shitta Awanda/Della Destiara Haris mengalahkan pasangan nomor satu dunia asal Tiongkok, Bao Yixin/Tang Jinhua, Tiongkok pasti langsung meneliti kekalahan tersebut. Tantangan untuk kita, apakah kalau bertemu lagi, Anggia/Della bisa menang?" ujar Rexy.
Dengan terciptanya parameter fisik atlet pelatnas, PP PBSI berharap dapat mempersiapkan atlet semaksimal mungkin jelang pengiriman ke sebuah turnamen. Parameter fisik atlet pelatnas ini juga merupakan salah satu syarat bagi seorang atlet, apakah ia layak atau tidak untuk berangkat ke sebuah turnamen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.