Mereka tidak hanya memberikan kurikulum dasar sepak bola, tetapi juga banyak memberikan akses untuk para muridnya bertemu dengan pemain sepak bola dunia, dan bahkan--jika memiliki keahlian yang mumpuni—, untuk bergabung berlatih dengan tim–tim besar Eropa.
Saat ini, memang banyak klub besar Eropa terus bersaing untuk mengontrak pemain-pemain Asia, seperti Son Heung-min, dan Takefusa Kubo, yang dijuluki sebagai ‘Messi Jepang’.
Hadirnya berbagai macam pusat pelatihan ini menunjukkan, edukasi menjadi dasar utama dalam pengembanagan olahraga. Dari sisi grass roots, ada beberapa hal yang paling membedakan antara akademi lokal dan internasional.
Salah satunya adalah pengembangan karakter, baik sebagai individu maupun atlit. Sekadar contoh, untuk mengembangkan karakter, NBA di China bekerja sama dengan kementerian pendidikan setempat.
Juga FC Barcelona, untuk menyiapkan tenaga profesional pengelolaan industri olahraga, bekerja sama dengan Peking University guna membangun Innovation Hub.
Melalui program-program seperti itu, para organisasi olahraga berharap bisa membangun attachment yang lebih dalam, yang kemudian hari menjadi aset bagi mereka, baik dari sisi profesional maupun sisi fans.
Ekpertise dan konten lokal
Beberapa tahun lalu, banyak organisasi olahraga internasional membuka kantor di beberapa negara Asia, untuk menjadi hub regional mereka.
Namun kemudian, mereka makin sadar, setiap negara di Asia memiliki keunikannya masing-masing, yang sering didasari oleh kultur dan tradisi yang kuat.
Sekadar contoh dari industri lain, Jaringan toko 7-Eleven berhasil mengembangkan diri di berbagai negara di Asia Tenggara, melalui kultur ‘nongkrong’ anak-anak muda di kawasan itu.
Namun, kultur ‘nongkrong’ ini tidak disertai dengan pembelian yang cukup, sehingga akhirnya banyak gerai 7-Eleven harus tutup.
Memang dalam industri olahraga, passion dan fandom adalah instrumen yang ditawarkan kepada masyarakat. Dalam hal ini, pemahaman mengenai karakter lokal menjadi kunci kesuksesan sebuah brand.
Pada klub-klub sepak bola di Indonesia, setiap kota memiliki strategi pengembangan yang berbeda-beda, dan juga tradisi dan kebiasaan yang berbeda.
Bagi organisasi olahraga internasional, situasi industri olahraga di Indonesia yang masih immature, membuat mereka sulit mencari mitra lokal, yang reliable dan mempunyai track record yang baik.
Di era digital ini, banyak penduduk di Asia telah menjadi avid users telepon genggam. Maka, salah satu kompetisi terbesar bagi banyak organisasi olahraga indonesia, adalah konten lokal.