Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkaca dari Kematian Haringga, Rivalitas dan Fanatisme yang Menjerumuskan...

Kompas.com - 24/09/2018, 13:01 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Kematian Haringga Sirla (23), suporter klub sepak bola Persija, Minggu (23/9/2018), menjadi keprihatinan bersama.

Ia meninggal dunia setelah dikeroyok sejumlah orang saat laga Persib Bandung kontra Persija Jakarta di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) Bandung, Jawa Barat.

Kematian Haringga menambah catatan kelam persepakbolaan nasional. Peristiwa seperti ini telah terjadi berulang kali.

Sebelum ini, sejumlah korban juga mengalami nasib serupa, mati di tangan kelompok massa pendukung klub lawan.

Baca juga: 5 Fakta di Balik Kasus Suporter Dikeroyok Jelang Laga Persib Vs Persija

Mengapa hal ini bisa terjadi?

Rivalitas dan fanatisme

Konselor olahraga, Dianita Luschinta, berpendapat, peristiwa ini merupakan dampak dari rivalitas dan fanatisme. Kadar yang berlebihan menimbulkan kebencian hingga akhirnya menyakiti orang lain, bahkan hingga menyebabkan kematian.

“Ini dampak dari rivalitas dan fanatisme yang menjerumuskan. Mereka terjebak dalam kebencian sampai akhirnya menyakiti orang lain, di luar konteks telah melakukan kesalahan atau tidak,” kata Dianita, saat dihubungi Kompas.com, Senin (24/9/2018).

Ia mengatakan, tak ada yang salah dengan mencintai atau mengidolakan sesuatu. Dengan catatan, dalam batas yang wajar. Jika perasaan cinta tersebut sudah melampaui logika atau disebut sebagai fanatisme berlebihan, hal itu akan berdampak negatif.

Baca juga: 10 Orang Ditangkap Terkait Pengeroyokan Suporter di Stadion GBLA

Salah satunya adalah anarkistis sebagai bentuk penonjolan kekuatan dan pembelaan terhadap kelompoknya dengan menyerang kelompok lain.

“Mereka lihat kasus-kasus sebelumnya, ketika ada rival ya bagaimana pun caranya harus disingkirkan. Meskipun mungkin untuk mempertahankan eksistensi mereka sebagai kelompok suporter tertentu, menindas kaum lain untuk menunjukkan power-nya itu salah,” ujar Dianita.

Pendapat yang hampir sama diutarakan sosiolog Universitas Airlangga, Bagong Suyanto.

Menurut Bagong, fanatisme yang berlebihan memang akan berdampak negatif.

“Fanatisme berlebihan rawan berkembang menjadi subkultur yang sok jagoan, membenarkan apa pun tindakan kelompok sebagai bentuk solidaritas,” kata Bagong ketika dihubungi secara terpisah.

Baca juga: Kronologi Pengeroyokan Suporter hingga Tewas Jelang Laga Persib Vs Persija

Apa yang terjadi terhadap Haringga, dinilai Bagong, sebagai wujud fanatisme yang bercampur dengan godaan situasi kerumunan.

“Dalam kerumunan, kontrol diri berkurang sehingga orang mudah lepas kendali. Selain itu, dengan berkelompok mereka merasa aman melakukan apa pun, tidak ada tanggung jawab,” ujar Bagong.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com