Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Harryadin Mahardika
Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI

Pengamat ekonomi pop yang sehari-hari mengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI. Dia pernah menjadi Direktur Magister Manajemen FEB UI. Dia juga pernah aktif mengelola sebuah tim futsal bernama Moonwalk FC. Kini dia aktif menulis dan meneliti untuk topik-topik ekonomi digital dan industri kreatif.

Belajar dari Catatan Waktu Lalu Muhammad Zohri

Kompas.com - 17/07/2018, 17:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

FENOMENA Lalu Muhammad Zohri sedang melanda Indonesia. Kita semua bangga pada pencapaian remaja 18 tahun tersebut. Ratusan analisis dan berita tentang Lalu Muhammad Zohri pun terus memenuhi linimasa kita beberapa hari terakhir.

Salah satu sudut pandang berita yang menarik adalah tentang catatan waktu Zohri (10,18 detik) yang hampir menyamai rekor Asia Tenggara dan kebetulan dipegang juga oleh sprinter Indonesia, Suryo Agung Wibowo (10,17 detik) tahun 2009.

Berita tersebut memprediksi bahwa Zohri akan memecahkan rekor Suryo Agung Wibowo dalam waktu tidak terlalu lama. Sekaligus mengatakan bahwa era manusia cepat baru Indonesia telah tiba.

Baca juga: Lalu Muhammad Zohri, Debutan Pelari Pengganti yang Jadi Juara Dunia U-20

Jika kita tarik ke belakang, rekor nasional lari 100 meter pertama yang tercatat di Indonesia adalah 10,50 detik yang dilakukan Mohammad Sarengat di Asian Games 1962 (tidak dicatat IAAF). Rekor ini kemudian dipecahkan oleh Purnomo Yudi menjadi 10,29 detik pada 1984.

Rekor Purnomo dilampaui oleh Mardi Lestari tahun 1989 dengan catatan waktu 10,20 detik. Rekor milik Mardi Lestari bertahan hingga tahun 2009, diganti oleh Suryo Agung Wibowo dengan catatan 10,17 detik.

Artinya, dalam kurun waktu 47 tahun, terjadi perbaikan catatan waktu yang dibuat para sprinter Indonesia sebesar 33 detik (10,50 - 10,17). Bisa dikatakan bahwa terjadi perbaikan waktu rata-rata 0,7 detik/tahun.

Adapun untuk rekor dunia, terjadi perbaikan waktu sebesar 102 detik dalam kurun 97 tahun (10,60 detik oleh Donald Lipppincott tahun 1912 hingga 9,58 detik oleh Usain Bolt tahun 2009). Ini setara dengan perbaikan waktu rata-rata 1,05 detik/tahun.

Baca juga: Via Telepon, Menpora Ajak Lalu Muhammad Zohri Bertemu Presiden Jokowi

Pertanyaan menarik timbul dari sejarah perbaikan catatan waktu sprint 100 meter ini, baik di Indonesia maupun di level dunia: "Benarkah manusia mampu berlari semakin cepat?" Jika ya, faktor apakah yang paling berperan, apakah faktor genetik atau faktor lain?

Jika mengacu pada berbagai penelitian yang telah dilakukan, maka faktor yang memengaruhi adalah sebagai berikut:

1. Kemajuan teknologi

Kemajuan teknologi memengaruhi hasil catatan waktu dalam dua aspek: pertama sejak digunakannya alat pencatat digital yang lebih akurat, dan kedua dari sisi teknologi sepatu dan material trek.

Teknologi sepatu lari (termasuk solnya yang menggunakan spikes) dan teknologi lintasan berbahan sintetik ikut membantu pelari mendapatkan grip yang lebih baik sehingga mempercepat akselerasi pada 20-40 meter pertama.

Spikes atau gerigi pada sepatu atletik kali pertama digunakan pada 1936 dan terus mengalami perbaikan dari waktu ke waktu.

Salah satu perbaikan paling signifikan terjadi saat ditemukannya teknologi carbon fiber. Dengan material carbon fiber ini, spikes menjadi lebih keras namun makin ringan.

Baca juga: Pernyataan PB PASI soal Bendera Merah Putih Lalu Muhammad Zohri

Model dan desain spikes sendiri juga bervariasi tergantung merek sepatu, namun IAAF membatasi jumlah spikes tidak boleh lebih dari 11 buah di masing-masing sepatu.

Adidas dan Puma pernah membuat desain spikes yang sangat banyak (seperti sikat), tetapi kemudian penggunaannya dilarang oleh IAAF.

Penelitian tentang berapa besar pengaruh spikes dalam menambah kecepatan lari seorang atlet lari sprint adalah sebagai berikut:

(1) signifikan jika dibandingkan atlet tersebut tidak menggunakan sepatu (barefoot);

(2) signifikan jika atlet tersebut menggunakan sepatu tanpa spikes;

(3) tidak signifikan antarjenis dan model spikes yang berbeda.

Teknologi material lintasan lari juga berkembang untuk mengurangi penetrasi spikes ke dalam lintasan.

Hal ini karena spikes yang menancap ke lintasan justru membuat pelari harus mengeluarkan energi yang lebih besar untuk mengayunkan langkah berikutnya.

Pada Olimpiade London 2012, teknologi trek baru diperkenalkan dengan menggunakan dua layer yang masing-masing berperan untuk memberikan cengkeraman (grip) dan di saat yang sama meminimalkan kedalaman penetrasi spikes.

2. Seleksi genetik

Terjadi seleksi genetik yang dilakukan semua cabang olahraga dalam 30 tahun terakhir. Khusus untuk lari 100 meter, terdapat studi yang meneliti genetika para sprinter asal Jamaika termasuk Usain Bolt yang mendominasi cabang ini.

Dalam studi tersebut, ditemukan bahwa para atlet Jamaika memiliki gen ACE (angiotensin-converting enzyme, atau D Allele) yang lebih tinggi dibanding dibanding rata-rata manusia. Gen ini berperan untuk memompa oksigen ke dalam otot melalui darah.

Di dunia ini, kadar gen ACE paling tinggi dimiliki oleh manusia yang berasal dari pantai barat Afrika. Dari sanalah nenek moyang orang Jamaika berasal.

Baca juga: Zohri Banjir Sanjungan, Bagaimana Efek Psikologisnya?

Orang Jamaika menjadi lebih spesial karena nenek moyang mereka yang berasal dari pantai barat Afrika telah mengalami "seleksi" dalam perjalanan di kapal-kapal yang mengangkut mereka sebagai budak ke Jamaika.

Ruang kapal yang pengap dan rendah oksigen mengakibatkan ratusan ribu budak meninggal dalam perjalanan. Hanya mereka yang punya daya tahan tinggi saja (terutama yang memiliki gen ACE tinggi) yang berhasil bertahan.

Inilah yang kemudian diwarisi oleh para atlet Jamaika, yaitu varian gen ACTN3 dengan kode 577RR yang menentukan kekuatan otot untuk melakukan kontraksi secara repetitif (dalam bentuk asupan oksigen melalui darah).

Hampir 75 persen atlet Jamaika memiliki varian ini, sedangkan hanya 70 persen saja atlet kulit hitam Amerika Serikat yang memilikinya.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Lalu Muhammad Zohri

3. Angin dan ketinggian

Oleh IAAF, angin dan ketinggian secara resmi dimasukkan sebagai faktor yang memengaruhi kecepatan pelari. IAAF selalu mencantumkan kecepatan angin dan arahnya ketika mencatat sebuah rekor baru.

Ketinggian lokasi pertandingan juga dianggap berpengaruh karena di dataran rendah angin cenderung berembus lebih kencang dibandingkan di dataran tinggi.

Makin banyaknya stadion atletik indoor juga dianggap memberi kesempatan bagi IAAF untuk menghitung catatan waktu dalam lingkungan yang terkontrol.

4. Latihan

Secara teori, manusia dapat berlari dengan kecepatan maksimal 65 km/jam. Hal ini berdasarkan studi dari Peter Weyand (Southern Methodist University) yang menggunakan eksperimen perhitungan beban maksimal dan repetisi yang mampu ditolerir kaki manusia.

Padahal manusia tercepat saat ini, Usain Bolt, baru mampu berlari dengan kecepatan 45 km/jam. Lalu bagaimana manusia dapat meningkatkan kecepatannya 20 km/jam lagi?

Weyand mengatakan bahwa para pelari top dunia saat ini belum berhasil mengeluarkan potensi maksimal mereka.

Dia membuktikan dengan melakukan eksperimen di treadmill, di mana para pelari bisa membuat catatan waktu yang jauh lebih baik dibanding ketika mereka berlari di lintasan biasa.

Baca juga: Lalu Muhammad Zohri Dapat Dispensasi Masuk TNI

Di treadmill, para pelari bisa meningkatkan intensitas dan frekuensi ayunan kakinya karena bantuan lintasan treadmill yang berputar.

Kondisi juga mungkin dipengaruhi psikologi para peserta eksperimen yang tanpa sadar berusaha sekuat tenaga untuk tidak jatuh dari treadmill.

Penelitian Weyand ini menunjukkan bahwa secara teori (di atas treadmill), intensitas dan frekuensi ayunan kaki pelari masih bisa dipercepat lagi (sampai mencapai kecepatan 65 km/jam maksimum).

Tinggal bagaimana cara pelari mendesain latihannya agar dia juga bisa mencapai intensitas dan frekuensi tersebut di lintasan sebenarnya.

Beberapa metode latihan telah dikembangkan untuk mencapai kecepatan optimum yang bisa dicapai oleh manusia.

Keempat faktor di ataslah yang di antaranya berperan dalam meningkatkan catatan waktu para pelari 100 meter. Sekaligus juga menjawab pertanyaan utama di awal tulisan ini: "Benarkah manusia makin cepat?"

Jawabannya, "Ya", dalam konteks penggunaan teknologi sebagai alat bantu serta rancangan metode latihan untuk mengeluarkan potensi optimal manusia.

Ini semua berpatokan pada teori bahwa manusia seharusnya mampu berlari dengan kecepatan 65 km/jam.

Saya yakin, Indonesia melalui PB PASI telah melihat keempat faktor yang diulas di atas sebagai bagian dari strategi peningkatan prestasi di masa depan. Termasuk juga saya meyakini bahwa Gen ACE/ACTN3 dengan varian 577RR yang dominan pasti juga bisa ditemukan di salah satu dari ratusan suku bangsa dan etnik di Indonesia.

Keragaman dan kekayaan variasi genetika inilah yang harus kita maksimalkan dengan melakukan penelitian yang sistematis dan terintegrasi.

Semoga sedikit rangkuman dan ulasan ini bermanfaat. Salam olahraga!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sinergi Indonesia dan UEA Mengembangkan Pencak Silat agar Mendunia

Sinergi Indonesia dan UEA Mengembangkan Pencak Silat agar Mendunia

Olahraga
Indonesia akan Tampil di Kejuaraan Atletik Asia U20 di Dubai

Indonesia akan Tampil di Kejuaraan Atletik Asia U20 di Dubai

Sports
Atlet Selancar Rio Waida Bidik Medali Olimpiade Paris 2024

Atlet Selancar Rio Waida Bidik Medali Olimpiade Paris 2024

Sports
Tim Thomas dan Uber Latihan Perdana, Shuttlecock Jadi Kendala

Tim Thomas dan Uber Latihan Perdana, Shuttlecock Jadi Kendala

Badminton
Prediksi Persib Vs Borneo FC, Jadi Duel Tim Pelapis?

Prediksi Persib Vs Borneo FC, Jadi Duel Tim Pelapis?

Liga Indonesia
Komitmen Perpanjang Kontrak STY, Erick Thohir Bicara Generasi Emas Indonesia

Komitmen Perpanjang Kontrak STY, Erick Thohir Bicara Generasi Emas Indonesia

Timnas Indonesia
Rizky Ridho Merasa Beruntung Timnas Indonesia Dilatih Shin Tae-yong

Rizky Ridho Merasa Beruntung Timnas Indonesia Dilatih Shin Tae-yong

Timnas Indonesia
Aji Santoso Bicara Piala Asia U23 2024: Indonesia Hati-hati Anti Klimaks

Aji Santoso Bicara Piala Asia U23 2024: Indonesia Hati-hati Anti Klimaks

Timnas Indonesia
Prediksi 3 Pemerhati Sepak Bola Indonesia Vs Korea Selatan, Asa Menang Itu Ada

Prediksi 3 Pemerhati Sepak Bola Indonesia Vs Korea Selatan, Asa Menang Itu Ada

Timnas Indonesia
Komitmen Ketum PSSI untuk Perpanjang Kontak Shin Tae-yong hingga 2027

Komitmen Ketum PSSI untuk Perpanjang Kontak Shin Tae-yong hingga 2027

Timnas Indonesia
Jadwal Indonesia di Thomas dan Uber Cup 2024, Mulai Sabtu 27 April

Jadwal Indonesia di Thomas dan Uber Cup 2024, Mulai Sabtu 27 April

Badminton
Indonesia Vs Korea Selatan, Garuda Muda Tak Dianggap Underdog

Indonesia Vs Korea Selatan, Garuda Muda Tak Dianggap Underdog

Timnas Indonesia
Xavi Putuskan Bertahan di Barcelona hingga Juni 2025

Xavi Putuskan Bertahan di Barcelona hingga Juni 2025

Liga Spanyol
Liverpool Tumbang di Tangan Everton, Van Dijk Bicara Perebutan Gelar

Liverpool Tumbang di Tangan Everton, Van Dijk Bicara Perebutan Gelar

Liga Inggris
Man United Vs Sheffield United: Bruno Berjaya, Kemenangan MU Hal Utama

Man United Vs Sheffield United: Bruno Berjaya, Kemenangan MU Hal Utama

Liga Inggris
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com