Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Harryadin Mahardika
Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI

Pengamat ekonomi pop yang sehari-hari mengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI. Dia pernah menjadi Direktur Magister Manajemen FEB UI. Dia juga pernah aktif mengelola sebuah tim futsal bernama Moonwalk FC. Kini dia aktif menulis dan meneliti untuk topik-topik ekonomi digital dan industri kreatif.

Membangun Prestasi Olahraga via Industri

Kompas.com - 25/09/2017, 08:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorJalu Wisnu Wirajati

KOMPAS.com -  Benarkah ada hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi suatu negara dengan prestasi olahraganya? Untuk konteks Indonesia 20 tahun terakhir, jawabannya 'tidak ada'.

Pertumbuhan ekonomi kita yang mengesankan sejak berakhirnya krisis ternyata berbanding terbalik dengan prestasi olahraga, terutama terlihat di ajang multievent kawasan seperti SEA Games.

Tidak hanya peringkat kita yang terus melorot, tetapi juga dalam urusan pemecahan rekor atlet-atlet kita sangat berkurang kemampuannya.

Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa pertumbuhan ekonomi tidak serta-merta tertransmisi menjadi prestasi?

Benarkah alasannya karena kita belum mampu memanfaatkan transformasi demokrasi serta momentum booming ekonomi untuk membangun industri olahraga yang kuat?

Desentralisasi dan industri olahraga

Ada perubahan struktural yang terjadi di sektor olahraga tanah air akibat transformasi demokrasi, dari negara yang sentralistik menjadi desentralistik.

Perubahan ini berimplikasi pada skema anggaran pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang terkait dengan pembinaan olahraga.

Desentralisasi memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk membangun sarana dan prasarana olahraga, termasuk untuk melakukan pembinaan berbagai cabang olahraga.

Hasilnya terlihat nyata, pemerintah daerah aktif membangun berbagai sarana dan prasarana olahraga di daerah.

Kita kini punya puluhan stadion sepak bola modern dengan kapasitas puluhan ribu penonton.

Cabang olahraga lain juga dibangunkan prasarana yang modern oleh pemerintah daerahnya masing-masing.

Berapa uang yang dikeluarkan untuk membangun itu semua? Saya menghitung anggaran infrastruktur olahraga yang dibelanjakan pemerintah daerah dan pusat antara tahun 2004-2016 mencapai sekitar Rp 100 triliun!

Memang tidak ada salahnya membelanjakan uang untuk membangun sarana dan prasarana, karena tkh ini menjadi modal awal untuk proses industrialisasi olahraga.

Yang penting, kita sadar bahwa tahap industrialisasi selanjutnya mesti kita lakukan, yaitu mentrasmisikan anggaran olahaga untuk membangun kompetisi yang komersial dan berkelanjutan.

Kompetisi semacam itulah yang akan menjadi pilar dari industrialisasi olahraga. Di situ akan bertemu kepentingan pemerintah untuk melakukan pembinaan dengan kepentingan korporasi untuk mendapatkan laba.

 

Potret industri olahraga di Indonesia

Struktur industri olahraga kita sebenarnya sudah mulai terbentuk anak tangganya. Ini terjadi di beberapa olahraga populer seperti sepak bola, badminton, voli, basket, otomotif, futsal, lari dan beladiri - termasuk tinju.

Memang belum ada angka pasti mengenai nilai ekonomi dari industri olahraga kita. Saya memperkirakan jumlah uang yang berputar setiap tahunnya mencapai 0,2 persen dari PDB, atau ekuivalen dengan Rp 25 triliun. Ini mengacu pada laporan AT Kearney tentang industri olahraga dunia.

Masih dalam laporan tersebut, AT Kearney menunjukkan pertumbuhan industri olahraga di negara kekuatan baru (emerging markets)--termasuk Indonesia, berada di atas tingkat pertumbuhan ekonomi.

Di India, industri olahraga tumbuh 2,1 kali lebih cepat dibanding pertumbuhan ekonomi. Sementara di Tiongkok 1,6 kali dan Jepang 3 kali.

Pertumbuhan industri olahraga tertinggi terjadi di Rusia, yaitu 8,2 kali tingkat pertumbuhan PDB. Secara umum, pertumbuhan ini juga didorong oleh perkembangan internet dan digital, di mana olahraga menjadi salah satu tontonan utama warganet.

Memang tidak ada analisis khusus untuk Indonesia, tetapi saya memperkirakan kisarannya berada pada 1,5 kali sampai 2,5 kali tingkat pertumbuhan PDB. Ini ekuivalen dengan 7,5 persen sampai 12,5 persen per-tahun.

Penyumbang terbesar masih berasal dari sepak bola. Kontribusinya yang masif berasal dari jumlah klub dan suporter yang besar dan tersebar di seluruh Indonesia.

Saya memperkirakan sepakbola menyumbang 40 persen dari total industri olahraga nasional. Sisanya dibagi pada beberapa olahraga yang tengah populer di masyarakat.

Unggahan Aremania pada laga Liga 1 Arema FC melawan Persib Bandung di Stadion Kanjuruhan, Malang, 12 Agustus 2017.instagram/ arygherank99 Unggahan Aremania pada laga Liga 1 Arema FC melawan Persib Bandung di Stadion Kanjuruhan, Malang, 12 Agustus 2017.

Transmisi industri ke prestasi

Masih ada rantai yang hilang di negara kita dalam urusan mentransmisikan industrialisasi olahraga kepada prestasi olahraga. Meski demikian, kita mulai melihat ada perbaikan menuju ke arah lebih baik.

Lihatlah sepak bola yang jumlah uang berputarnya terbesar dalam industri ini. Meski belum menunjukkan prestasi yang wah, tapi kita mulai melihat ada transmisi pada kualitas pemain usia dini.

Ini tercermin pada timnas usia muda kita yang menunjukkan peningkatan kualitas, baik dari sisi skill individu pemain maupun dari organisasi permainan.

Saya melihatnya sebagai output dari meningkatnya jumlah SSB berkualitas dan makin tingginya keinginan orang tua untuk memasukkan anak mereka ke sekolah-sekolah sepak bola tersebut.

Saya berasumsi ini merupakan implikasi dari mulai matangnya industri sepak bola di tanah air. Kemasan sepak bola sebagai sebuah tontonan mulai mampu membentuk ekosistem turunannya, termasuk ekosistem pembinaan calon pemain.

Hebatnya, ini terjadi secara alamiah tanpa banyak campur tangan pemerintah.

Apa yang terjadi di sepak bola mudah-mudahan juga dapat terjadi olahraga lain yang industrinya sudah terbentuk.

Secara khusus saya melihat olahraga-olahraga berikut ini mulai matang ekosistem industrinya, yaitu voli, basket, futsal, lari (jarak jauh), bela diri dan otomotif.

Namun, perlu diingat bahwa industrialisasi ini masih didominasi cabang olahraga beregu. Padahal, dalam kompetisi multievent seperti SEA Games, medali akan banyak disumbangkan oleh cabang olahraga individu.

Pemain SSB Batu Agung dari Kalimantan Selatan (kiri) berebut bola dengan pemain SSB Imran Soccer Academy dari DKI Jakarta (kanan) pada pertandingan final nasional Aqua Danone Nations Cup 2017 di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Minggu (16/7/2017). SSB Batu Agung keluar sebagai juara dan mewakili Indonesia di final dunia Danone Nations Cup 2017 di Red Bull Arena, New York, Amerika Serikat September 2017 mendatang.KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Pemain SSB Batu Agung dari Kalimantan Selatan (kiri) berebut bola dengan pemain SSB Imran Soccer Academy dari DKI Jakarta (kanan) pada pertandingan final nasional Aqua Danone Nations Cup 2017 di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Minggu (16/7/2017). SSB Batu Agung keluar sebagai juara dan mewakili Indonesia di final dunia Danone Nations Cup 2017 di Red Bull Arena, New York, Amerika Serikat September 2017 mendatang.

 

Sehingga perlu dipikirkan juga cara untuk meletakkan dasar bagi industrialisasi cabang olahraga individu.

Secara khusus saya melihat potensi pada dua cabang individu, yaitu atletik dan renang. Keduanya perlu segera didorong untuk menjadi industri yang besar.

Membangun industri atletik bisa memanfaatkan kegandrungan masyarakat saat ini terhadap lari jarak jauh. Ratusan event lari dihelat di seluruh Indonesia setiap tahun.

Jumlah pesertanya juga puluhan ribu tiap event. Sebagai turunannya, masyarakat mulai membentuk komunitas dan klub lari. Mereka secara rutin berlatih dan menjajal hasil latihannya dalam berbagai event.

Kegiatan BNI UI Half Marathon 2017 dilaksanakan di kawasan Kampus UI Depok, pada hari Minggu, 16 Juli 2017.Dok. Iluni UI Kegiatan BNI UI Half Marathon 2017 dilaksanakan di kawasan Kampus UI Depok, pada hari Minggu, 16 Juli 2017.

Ini adalah modal kuat, tinggal pemerintah dan swasta berkolaborasi untuk mendorong perluasan tren ini ke nomor-nomor lari jarak pendek dan nomor-nomor atletik lainnya seperti.

Dari segi infrastruktur kita sudah siap, karena sekarang mudah kita temui lintasan atletik berstandar internasional di tiap kota.

Sementara itu, tantangan lebih berat untuk cabang renang. Tidak ada tren yang bisa kita tunggangi untuk mendorong komersialisasi cabang ini. Sehingga kita harus membangun tren tersebut terlebih dulu.

Caranya bagaimana? Saya mengusulkan agar di cabang ini kita menciptakan 'hero'. Mirip dengan yang dilakukan oleh Singapura lewat Joseph Schooling.

Orang tua di Singapura kini bermimpi anak-anaknya bisa sehebat Schooling, dan berbondong-bondong mendaftarkan anak-anaknya ke klub-klub renang.

Cara yang sama bisa kita lakukan. Jika saat ini belum ada perenang senior yang prestasinya layak diangkat, maka pemerintah perlu berani berinvestasi ke beberapa perenang muda yang potensial.

Jika memang diperlukan, kita juga bisa mencari bakat perenang keturunan Indonesia di luar negeri untuk dinaturalisasi.

Dua cabang individu ini akan menjadi penyumbang medali yang banyak bagi Indonesia di kompetisi multievent.

Di sinilah maruah bangsa dipertaruhkan, sehingga industrialisasinya perlu disegerakan agar output prestasi bisa kita saksikan dalam waktu dekat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com