Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Gagal Jadi Juara Umum, Satlak Prima Dituntut Bubar

Kompas.com - 31/08/2017, 19:16 WIB
Ferril Dennys

Penulis

KOMPAS.com - Hasil buruk kontingen Indonesia di SEA Games 2017 bukanlah kesalahan dari atlet atau pelatih. Kegagalan Indonesia menjadi juara umum akibat dari banyaknya kepentingan mendompleng olahraga nasional. 

Demikian disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PB PTMSI) Lukman Edy. Dia menilai, apa yang terjadi di Kuala Lumpur, tak lepas dari tak becusnya Satlak Prima bekerja. 

"Bubarkan Satlak Prima atau desak untuk membubarkan dirinya, atau semua yang ada di sana mundur dengan penuh kesadaran. Intinya mereka orang-orang yang tidak kompeten dan korup. Bukan memfasilitasi prestasi malah membuat kacau prestasi atlet-atlet kita," kata Edy.  

Prestasi Indonesia di SEAG 2017 kali ini memang di luar ekspektasi. Awalnya, kontingen Merah Putih diharapkan bisa memperbaiki prestasi dua tahun lalu di Singapura yang ketika itu berada di posisi kelima dengan raihan 47 emas, 61 perak dan 74 perunggu.

Nyatanya, perjuangan atlet Indonesia di Kuala Lumpur tak jauh lebih baik. Dari posisi, tetap ada di peringkat kelima. Dari sisi perolehan medali, Indonesia hanya bisa meraup 38 emas, 63 perak dan 90 perunggu.

Edy meminta pemerintah melalui Menpora Imam Nahrawi agar bertindak cepat. Bukan hanya cepat, Edy juga meminta Menpora bertindak tegas dengan memecat pejabatnya yang berurusan dengan prestasi olahraga.

"Mereka juga bukan orang-orang yang kompeten, korup dan selalu menyusahkan atlet dan pengurus cabor," tutur Edy.

Menpora harus mempunyai garis yang tegas dengan siapa sebaiknya berkoordinasi soal prestasi olahraga.

"Hubungan antara Kemenpora dan KONI yang tidak harmonis akibat dari masukan orang sekitar Menpora yang tidak kompeten, jadi salah satu sebab buruknya koordinasi," sebut Edy. 

Dan berikut ini pernyataan terbuka Edy setelah mendapatkan masukan dari masing-masing ketua umum cabang olahraga:

Maksimalkan peran KONI, karena KONI yang punya koordinasi dan terus menerus memantau perkembangan atlet sampai ke daerah-daerah. Yang terjadi selama ini KONI tidak dilihat dan tidak diambil perannya.

Yang patut untuk dipersalahkan dengan kondisi atlet kita sekarang adalah Satlak Prima dan pejabat di Kemenpora yang berurusan dengan prestasi. Pemerintan dan Menpora harus berani mengganti mereka semua.

Kalau ini tidak dilakukan maka dapat dipastikan Asian Games 2018 di mana Indonesia menjadi tuan rumah juga akan menemui kegagalan. Perkiraan ini sudah umum di kalangan olahraga, atlet maupun pengurus cabang olahraga.

Pak Wapres Jusuf Kalla sudah ambil peran ambil alih pelaksanaan persiapan Asian Games, tetapi lebih pada persiapan fisik tuan rumah dan hasilnya banyak perubahan lebih baik. Pemerintah (Wapres JK atau langsung Presiden Joko Widodo) harus lebih maju lagi ambil alih persoalan prestasi olahraga atlet-atlet kita ini, kalau tidak ingin kita malu lagi di Asian Games 2018.

Yang terbaik adalah segera koordinasi empat pihak : 1. Presiden/Wapres, 2. Menpora, 3. KONI (atas nama cabang-cabang olahraga), dan 4. KOI.  Mereka harus mencari solusi terhadap semua masalah atlet kita, jangan libatkan pihak lain dahulu. 

Pihak-pihak lain hanya akan menambah persoalan. Dudukkan peran masing-masing sesuai dengan keahlian dan kewenangannya. Kalau melibatkan pihak lain hanya menambah kisruh dan besar kepentingan "korup"nya, dan hanya mencari cari pekerjaan.

Presiden/Wapres harus mendengarkan fakta sebenarnya apa yang terjadi dengan atlet-atlet kita. Jangan dengarkan info-info sesat dari sepihak "ABS (asal bapak senang)".

Kondisi sudah darurat, perlu penganan yang serius dan mendasar. Kalau hari ini pemerintah bisa mendudukan persoalan dengan tepat dan benar maka masa depan olahraga kita masih bisa diperbaiki, tetapi kalau responnya salah maka akan semakin menambah terpuruknya prestasi olah raga kita. Asian Games 2018 hanya akan menambah "malu"nya kita.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com