APA yang muncul di benak Anda ketika menyaksikan ratusan pesilat dari seluruh dunia berkumpul dan beradu ketangkasan dalam sebuah ajang kejuaraan dunia pencak silat? Mungkin perasaan Anda tak jauh berbeda dengan saya: bangga sekaligus terharu, namun juga miris.
Ini beladiri asli warisan budaya nenek moyang kita. Produk hasil olah akal pikiran insan Indonesia yang memiliki ciri khas melekat pada masing-masing suku bangsa dari Sabang sampai Merauke. Sayangnya, gaungnya kurang terdengar di negara sendiri.
Pencak Silat, ilmu bela diri asal negeri sendiri, tidak bisa dipungkiri dan telah diketahui hampir semua orang. Tetapi jarang yang tahu bagaimana Pencak Silat sudah begitu merasuk pada perjuangan Indonesia meraih kemerdekaannya. Jauh sebelum kemerdekaan itu diraih.
Pada zaman penjajahan Belanda, kisah–kisah heroik para pesilat yang juga pimpinan perjuangan di tanah aslinya, beredar cukup banyak. Pencak Silat dipelajari dan dipergunakan dengan baik oleh punggawa kerajaan, kesultanan, maupun para pejuang dalam melawan penjajahan.
Kita tentu masih ingat jelas kisah Si Pitung, dan tokoh dunia persilatan lain di masa itu, yang bukan sekadar dongeng tetapi memang tokoh dunia nyata. Pencak Silat ketika itu diajarkan di perguruan secara sembunyi-sembunyi dan turun-temurun. Jika ketahuan Belanda, nyawa taruhannya.
Kekhawatiran musuh cukup beralasan, karena hampir semua tokoh pejuang kemerdekaan bangsa di masa itu juga pendekar silat. Tengku Cik di Tiro, Imam Bonjol, Fatahillah, Pangeran Diponegoro, itulah beberapa nama diantara ratusan pendekar silat yang sekaligus pejuang bangsa.
Menjelang Indonesia merdeka, tumbuhnya perguruan-perguruan silat yang bergerak secara rahasia justru menjadi cikal-bakal meluasnya keterampilan bela diri ini dari Sabang sampai Merauke.
Ilmu kanuragan kemudian disukai tidak saja oleh para jawara dan orang kuat-otot di kampung-kampung dan pelosok, tetapi juga dipelajari oleh para tokoh pergerakan, organisasi politik, sampai kepanduan.
Secara diam-diam pencak silat merasuk dan menjadi pupuk bagi kekuatan anti penjajahan di seluruh Nusantara. Ditambah lagi kebiasaan Belanda membuang paratokoh pejuang ke pelosok negeri, justru ikut membuat Pencak Silat tersebar ke pelosok Nusantara. Perguruan Silat tumbuh bak cendawan di musim hujan.
Pencak silat yang mendunia
Kejuaraan Dunia Pencak Silat ke-17 di Bali, yang berlangsung 3-8 Desember 2016, kembali menjadi bukti betapa kebenaran kisah emas sejarah ini. Luasnya wilayah sebaran peminat dan pelaku seni bela diri Indonesia di lima benua, kini kita saksikan lebih jelas di ajang dua tahunan ini.
Mereka adalah 1. Australia, 2. Austria, 3. Azerbaijan, 4. Banglades, 5. Belgia, 6. Brunei Darussalam, 7. Kamboja, 8. Canada, 9. Perancis, 10. Jerman, 11. India, 12. Indonesia, 13. Iran, 14. Jepang, 15. Kazakhstan, 16. Kyrgyzstan, 17. Kuwait, 18. Laos, 19. Malaysia, 20. Mauritius, 21. Myanmar, 22. Nepal.
Kemudian 23. Belanda, 24. Pakistan, 25. Filipina, 26. Rusia, 27. Saudi Arabia, 28. Singapura, 29. Afrika Selatan, 30. Korea Selatan, 31. Spanyol, 32. Suriname, 33. Srilanka, 34. Swiss, 35. Tajikistan, 36. Thailand, 37. Turki, 38. Turkmenistan, 39. Inggris, 40. Amerika Serikat, 41. Uzbekistan, 42. Ukraina, 43. Vietnam, dan 44. Yaman.
Selama kejuaraan dunia berlangsung, 553 atlet dan ofisial dari 42 negara peserta yang berlaga di GOR Lila Buana Denpasar. Mereka bersaing dalam 24 kategori pertandingan, yaitu 18 cabang tanding dan enam cabang seni (tunggal, ganda, maupun beregu).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.