Rabu (19/10/2016), lomba balap sepeda internasional di Siak, Riau, atau lebih dikenal dengan istilah Tour de Siak, memulai etape pertama sejauh 154 kilometer dengan rute Kota Siak – Dayun.
Acara seremonial pembukaan telah dimulai sehari sebelumnya oleh Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman, Selasa petang.
Penyelenggaraan Tour de Siak (TdS), tahun ini merupakan yang keempat kalinya diselenggarakan di Kota Istana itu.
Siak memang memiliki warisan kebesaran kerajaan Melayu, pada masa lalu dengan peninggalan istana kerajaan yang masih berdiri megah dan terjaga. Sesungguhnya Siak dengan istana kerajaannya merupakan ikon pariwisata Riau.
Gaung TdS memang belum sebesar even tetangga Riau, Sumatera Barat dengan Tour de Singkarak-nya yang terkenal. Bahkan banyak pihak menyebut bahwa TdS meniru ajang Tour de Singkarak.
Bupati Siak, Syamsuar tidak keberatan dengan pernyataan itu. Toh Tour de Singkarak pun merupakan kegiatan meniru kegiatan lain, seperti Tour de Java atau Tour de Indonesia yang kini tidak dilaksanakan lagi.
Kegiatan balap sepeda itu diyakini mengadopsi lomba terkenal di negara Perancis, Tour de France.
Sejarah Tour de Siak
Sejarah berlangsungnya TdS dimulai pada tahun 2012. Ketika itu, Ketua Ikatan Sport Sepeda Indonesia Siak, Yan Prana berbincang-bincang dengan anggota organisasinya tentang bagaimana memajukan balap sepeda daerah, sekaligus membuat nama Siak lebih dikenal di kancah nasional dan internasional.
Dalam perbincangan itu, muncul usulan lomba jelajah tiga jembatan. Tiga jembatan itu dilatari bangunan tiga jembatan besar di Sungai Siak yang menjadi penghubung utama transportasi di Siak.
Jembatan pertama berada di Perawang, dengan sebutan Jembatan Sultan Syarif Kasim, kedua Jembatan Sultan Abdul Jalil Rahmadsyah di Teluk Masjid, Sungai Apit dan Jembatan Sultanah Latifah yang merupakan terbesar membelah Kota Siak.
Pada pagi harinya, saat bertemu dengan Syamsuar, Yan langsung menyampaikan idenya.
Jawaban sang bupati ternyata tidak langsung mengiyakan namun tidak pula menolak.
“Betul kamu mampu Yan. Even olahraga sepeda itu tidak gampang dan biayanya sangat besar” kata Syamsuar seperti ditirukan oleh Yan. Yan menjawab optimis mampu menyelenggarakan TdS.
Yan kemudian berangkat ke Jakarta menemui Pengurus Besar ISSI membawa idenya. Dia menyanggupi menyediakan dana Rp 2 miliar untuk acara itu.
Namun ternyata PB ISSI tertawa dengan dana yang diajukan oleh Siak untuk menggelar acara itu. Pengurus teras PB ISSI mengatakan, acara Tour de Singkarak itu menelan biaya Rp 22 miliar. Artinya uang yang disediakan Yan tidak sampai 10 persen dari lomba Singkarak.
Yan tidak putus asa dan terus merayu PB ISSI agar menyelenggarakan acara itu. Mengingat Indonesia jarang sekali melakukan even yang dapat dipakai pebalap untuk berlomba.
Akhirnya dengan bantuan pengurus pusat balap sepeda itu, TdS pertama dapat digelar tahun 2013.
Ternyata ajang TdS pertama terbilang sukses. Delapan tim dari luar negeri, bahkan pebalap sepeda kelas menengah dari Timur Tengah bersedia hadir. Tim lain dari negara tetangga juga berdatangan. Kesuksesan TdS pertama membuat Siak ketagihan.
Meski demikian, tidak ada yang percaya TdS akan berlanjut pada tahun berikutnya. Ternyata berkat kegigihan Syamsuar, Yan dan PB ISSI, lagi-lagi TdS dapat terlaksana.
Pada tahun 2015, saat kabut asap tebal melanda Riau, TdS sempat terhenti, namun kembali dilaksanakan setelah kabut berlalu.
Tiga penyelenggaraan TdS boleh dikatakan dominan dibiayai oleh pemerintah daerah Siak sendiri. Bantuan pihak lain memang ada, namun sangat minim.
Bahkan Pemerintah Provinsi Riau baru membantu Siak pada penyelenggaraan ke-4 di tahun 2016 ini. Itupun bukan dalam bentuk dana, melainkan dengan membantu perbaikan jalan raya – yang merupakan jalan kategori milik Provinsi Riau - yang akan dilalui pebalap.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif juga mulai terlibat. Itupun dalam bentuk promosi.
Mengapa TdS dapat bertahan, meski hanya ditopang pendanaan tingkat kabupatan Jawabannya adalah komitmen.
Syamsuar memang merupakan tipe pemimpin yang memiliki komitmen tinggi. Dia berjanji, selama masih menjabat, ajang TdS akan diupayakannya tetap berlangsung.
Syamsuar percaya, TdS telah membuat Siak lebih dikenal di mancanegara sehingga turis domestik dan internasional bakal lebih banyak berdatangan ke daerahnya.
Faktanya, pada tahun 2015, sekitar 55.000 wisatawan asing datang ke Riau, dan sebagian besar datang ke Siak. Tahun 2016, wisatawan asing ditargetkan bertambah menjadi 70.000 orang.
“Setiap pekan wisatawan Malaysia banyak yang datang ke Siak, Mereka mengagumi istana dan Masjid Sultan yang ada di Siak. Kalau saja Kementerian Pariwisata dan Pemprov Riau bersedia membantu pembangunan wisata di Siak, niscaya kunjungan wisatawan akan bertambah besar. Hanya Siak yang merupakan ikon nyata wisata Riau,” kata Syamsuar.
TdS juga tidak semata-mata ajang olahraga. Selama acara itu berlangsung secara regular, tradisi lokal masa lalu menjadi lebih hidup.
Permainan peninggalan masa lampau seperti gasing kembali dihidupkan dan dimunculkan di sela-sela acara. Banyak anak-anak Siak mampu memainkan gasing dengan baik.
Anak-anak sekolah di Siak juga memiliki mata pelajaran ekstra kurikuler menabuh kompang (rebana). Kompang merupakan alat musik wajib yang mengiringi segenap kegiatan pesta adat ataupun budaya Melayu.
Pada pembukaan TdS hari Selasa kemarin, sebanyak 2.676 murid sekolah dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas, ikut bermain kompang untuk memecahkan rekor MURI.
Direktur MURI, Awan Rahargo yang menyaksikan langsung acara tabuh kompang massal itu dengan senang hati memberikan piagam MURI kepada Syamsuar.
Kini, ajang TdS sudah mulai dilirik. Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman berencana membawa TdS melintasi lebih banyak kabupaten dan kota di Riau. Bahkan rencananya TdS akan dibawa menyeberangi Selat Malaka.
Andi, demikian panggilan Arsyadjuliandi sudah mengutus Kepala Dinas Pariwisata Riau, Zulfahmi menemui Menteri Besar Malaka, Malaysia, untuk membicarakan kolaborasi negara serumpun lewat olahraga.
Bila pembicaraan Fahmizal berhasil, tahun 2017 mendatang, TdS dipastikan akan berubah nama menjadi Tour de Siak – Malaka.
Niatnya adalah untuk mendatangkan wisatawan lebih besar sekaligus menyaingi Tour de Singkarak atau bahkan mengalahkannya.
Apakah hal itu bakal terwujud? Kita lihat saja nanti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.