Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hinca IP Pandjaitan XIII
Politikus

Politikus, sekretaris jenderal Partai Demokrat. Menulis untuk menyebarkan kebaikan, menabur optimisme sebagai bagian dari pendidikan politik bagi anak bangsa dalam kolom yang diberi judul: NONANGNONANG. Dalam budaya Batak berarti cerita ringan dan bersahaja tetapi penting bercirikan kearifan lokal. Horas Indonesia.

Sepakbola Indonesia, Mari Bersalaman

Kompas.com - 22/04/2016, 22:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Dari kursi nomor 4C GA 192, seri B737-800, pesawat Garuda dengan logo Liverpool FC di badannya, yang menerbangkan saya ke bandara Kualanamu, Sumut, kusempatkan mengirimkan pesan singkat via WA ke mas Pramono Anung, menteri sekretaris kabinet yang sedang mendampingi Presiden Jokowi melakukan tugas negara di Belgia.

"Saya laporkan ke Bapak Presiden, saya lagi semobil sama beliau di Belanda," mas Pram membalas pesan saya, saat saya sampaikan informasi kalau per tanggal 19 April 2016 saya acting President PSSI.

"Genap usia PSSI 86 tahun saya emban tugas ini,"kataku. Pekerjaan berat. Berat karena posisi sepakbola kita dalam posisi terhukum; timnas kita tak boleh main ke luar negeri, begitu juga sebaliknya timnas luar negeri tak bisa main di dalam negeri.

Kongres FIFA tanggal 11-12 Mei 2016 di Meksiko akan mengambil keputusan untuk menghukum atau tidak 2 dari 209 anggotanya; Kuwait dan Indonesia.

Dinamis dan Galau

Sepakbola Indonesia sangat dinamis. Bahkan saat kompetisi dihentikan dan tim nasional terhalang sanksi FIFA untuk mengikuti berbagai kompetisi internasional, dinamika itu terus terjadi.

Fakta itu menunjukkan betapa kuatnya sepakbola mengakar di tengah-tengah masyarakat kita. Sudah tidak berbilang harapan berbuah kecewa sepanjang sejarah sepakbola Indonesia, tetapi para penonton tidak pernah berbalik badan. Selalu ada harapan untuk sepakbola Indonesia tetapi kegalauan senantiasa jadi pengiringnya.

Kita galau karena dinamika sepakbola itu lebih banyak terjadi di luar ketimbang di dalam lapangan.

Kita jadi was-was karena bola tidak hanya diperebutkan oleh 22 orang di lapangan hijau, tetapi ribuan orang yang merasa dirinya pantas menceploskan bola ke dalam gawang. 

Hingga ketika akhirnya bola tidak lagi bisa ditemukan, kita saling lempar kesalahan, dan nasib 22 orang yang seharusnya berlaga di lapangan terlupakan begitu saja.

Lantas 260 juta lebih rakyat kita hanya bisa termangu-mangu melihat sepakbola Indonesia yang jauh lebih rumit dibanding politik. Dinamis sekaligus galau.

Lapangan bola pun berpindah ke kantor-kantor birokrat, legislator dan studio televisi.

Sepakbola Indonesia jadi rumit karena semua pihak sibuk mencari kesalahan bukan mencari pemenang.

Padahal tujuan sepakbola itu sangat sederhana sebagaimana termaktub dalam statuta FIFA Play to Win atau bermain untuk menang. Tujuan sederhana itu kemudian dibungkus lewat berbagai aturan demi terciptanya Fair Play dalam sebuah pertandingan.

Itu artinya segenap usaha harus dilakukan demi memenangkan pertandingan sepanjang tidak melanggar prinsip-prinsip Fair Play.

Kita, terutama PSSI, dituntut untuk menciptakan pemenang bukan mempersiapkan kambing hitam untuk disalahkan.

KOMPAS / AGUS SUSANTO Pintu gerbang Kantor PSSI di Senayan, Jakarta, disegel oleh massa dari Pecinta Sepakbola Indonesia, Minggu (19/4/2015). Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi menjatuhkan sanksi administratif kepada PSSI yang isinya memutuskan pemerintah tidak mengakui seluruh kegiatan PSSI, termasuk hasil KLB di Surabaya yang memilih kepengurusan periode 2015-2019.
Usaha ke arah itu sebenarnya terus dilakukan mulai dari keputusan PSSI mengadopsi Statuta FIFA, bergulirnya roda kompetisi secara berjenjang, hingga penegakan aturan hukum lewat komisi disiplin PSSI.

Sayangnya badai yang berasal dari luar lapangan jadi puting beliung yang memorak-morandakan sepakbola kita.

Nasi sudah jadi bubur, PSSI dimasukkan ke bara api yang memanaskannya. Ribuan orang yang tadinya ikut berebut bola, buru-buru balik badan seolah tidak pernah berada di lapangan.

Sementara 22 pemain berhenti mengejar bola. Mereka sibuk berpikir apakah mungkin bola bisa dijual demi menyambung hidup mereka semua?

Drama sepakbola Indonesia menunjukkan kepada kita bahwa sepakbola di negara ini belum menjadi kesadaran tetapi masih berwujud penasaran. Kita penasaran melihat pemain-pemain bintang berlaga di klub elit dunia.

Tetapi kita belum sepenuhnya menyadari bahwa pemain hebat itu harus dipersiapkan sejak usia dini mulai dari menumbuhkan disiplin pribadi hingga menjaga makanan, asupan nutrisi dan bahkan kesehatan gigi yang semuanya jadi tanggung jawab orang tua.

Kita penasaran dengan stadion-stadion megah di luar sana tetapi tanpa sadar kita melihat ketiadaan lapangan bola di tengah-tengah pemukiman warga bahkan sekedar ruang publik pun tidak ada.

Kita penasaran dengan tim-tim yang berprestasi di kancah dunia tetapi kita sulit menyadari bahwa prestasi itu bukan pekerjaan semalam suntuk melainkan kerja tekun selama bertahun-tahun lamanya.

Saat kesadaran sepakbola kita sudah berhasil mengatasi rasa penasaran maka kerja-kerja kita, besar maupun kecil, akan meniadakan jeda yang selama ini penuh dengan suara-suara sumbang saling menyalahkan.

Di setiap rumah para orang tua akan bekerja tekun mempersiapkan anak-anaknya untuk jadi pemain hebat.

Di tengah-tengah lingkungan masyarakat, mereka akan kerja bersama demi terselenggaranya fasilitas lapangan layak untuk munculnya bibit-bibit baru sepakbola kita.

PSSI memastikan roda kompetisi bergulir yang akan mencetak pemain-pemain unggulan untuk mengisi posisi di tim nasional kita yang kompetitif.

Sehingga pada akhirnya kita sadar, menang atau kalah ditentukan oleh 11 orang yang berlaga di lapangan hijau bukan oleh faktor-faktor lainnya. Sebab kita bicara tentang sepakbola bukan sepak salah.

Mari Bersalaman

Seperti partai puncak final sepakbola 2 kali 45 menit. Semua tenaga, taktik dan segala cara yang cerdik sudah dilakukan dan pertandingan pun sudah berakhir.

PSSI 86 tahun PSSI
"Mari bersalaman sebagai jiwa sportivitas untuk memastikan besok ada pertandingan lagi di lapangan", kataku menghela napas panjang sepanjang 86 tahun usia PSSI, sambil tetap yakin badai pasti berlalu.

Lawatan Presiden Jokowi ke Eropa segera berakhir dan kembali ke Indonesia akan membawa sukses besar untuk negeri ini; termasuk memastikan ratusan ribu orang datang ke stadion dan jutaan menonton di televisi timnas kesayangannya melawan siapapun dia.

"Itulah harapan semua rakyat Indonesia", kataku menutup pesan ku ke mas Pram untuk disampaikan ke Presiden Jokowi sebagai hadiah terbaik ulang tahun PSSI ke 86. Sebab, kita adalah PSSI; Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia. PSSI mu PSSI ku PSSI kita. #wearepssi.

 

#salamnonangnonang

@horasindonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com