Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompetisi Kurang, Ramai-ramai ke "Soft Tennis"

Kompas.com - 30/03/2016, 07:27 WIB
Dani Julius Zebua

Penulis

BALIKPAPAN, KOMPAS.com - Sebanyak 14 petenis Samarinda dan lima dari Balikpapan beralih melakoni soft tennis ini.

Mantan pelatih tenis Kaltim, Noor Asnan, mengungkapkan, mereka yang sudah tidak lagi berprestasi di dunia tenis biasa inilah yang kini menggeluti soft tennis.

"Banyak di antara mereka ini dulunya atlet tenis yang memperkuat daerah kita di PON terakhir. Sudah tak berprestasi lagi atau memang yang tidak berprestasi di tenis biasa sekarang beralih (mengejar prestasi) di soft tennis," kata Noor Asnan.

Cabang baru tentu menarik diikuti. Permainannya lebih ringan ketimbang tenis biasa karena tidak terlalu menguras energi dan waktu pertandingan yang tidak lama. Soft tennis jadi cocok bagi semua kalangan.

Asnan mengatakan, mereka yang memiliki dasar tenis akan lebih mudah menyesuaikan diri dan cepat pula menghasilkan prestasi.

Soft tennis mengandalkan kecerdikan penempatan bola dan kecermatan dalam mengamati gerakan bola. Karenanya, memukul dan menempatkan bola saat pertandingan tidak harus seperti bermain tenis seperti biasanya. "Mengandalkan kecerdikan. Beda dengan tenis biasa. Kita sudah tahu bola mengarah ke mana karena pukulan keras di tenis biasa. Soft tennis justru tidak. Pukulan tajam, bola pun bisa berhenti," kata Asnan.

"Petenis (biasa) kawakan dan sarat prestasi saja belum tentu menang di sini. Di soft tennis mengandalkan konsentrasi dan kecerdikan," kata Asnan.

Ketua Pesti, Martuama Saragih, mengharapkan soft tenis berkembang pesat di hari depan. Meski olah raga ini relatif baru, namun banyak pertandingan prestasi regional dan nasional menanti. “Olah raga ini akan menjadi pertandingan ekshibisi di PON mendatang,” kata Martuama di pelantikan Pengurus Daerah Persatuan Soft Tennis Indonesia (Pesti) Kalimantan Timur, Selasa (29/3/2016).

Ia menambahkan, pihaknya menargetkan ada tujuh mendali emas diperebutkan di PON 2020 yang berlangsung di Papua. Soft tenis ini juga telah dipertandingkan di Asian Games. Bahkan, di Asian Games 2014 di Korea Selatan, Indonesia mendulang satu medali perak di nomor single putra dan satu medali perunggu di campuran. “Kita ingin kita ‘berbicara’ lagi di Asian Games,” kata Martuama.

Perkembangan di Masyarakat Selain mengejar prestasi di cabang baru ini, eksodus puluhan atlet diyakini bisa membantu mengembangkan dan mengenalkan cabang ini ke masyarakat. Noor Asnan, mantan pelatih tenis yang kini melatih soft tenis mengatakan, olah raga ini memerlukan upaya pengenalan dan pengembangan terus menerus.

Dibantu para atlet yang sudah lama berkecimpung di dunia tenis inilah maka diharapkan soft tenis semakin dikenal warga, dijajaki, diikuti, diminati dan dijadikan olahraga hari-hari. "Olahraga ini juga lebih unik, asyik, dan menyenangkan," kata Asnan.

Persoalan berikutnya adalah fasilitasnya. Tenis sering dianggap sebagai olahraga mahal, lantaran perlengkapannya berbiaya tidak murah, mulai dari raket hingga banyaknya bola yang dipakai. Soft tenis justru lebih irit. Raketnya yang lebih kecil 5 sentimeter dibanding raket biasa menunjukkan harga yang bisa saja lebih murah. Kemudian, penggunaan bola karet yang dipompa, yang bisa digunakan sepanjang pertandingan. Beda dengan kebutuhan bola di tenis biasa yang terkesan boros. Tentu dengan biaya yang lebih murah, masyarakat pun akan semakin tertarik.

"Pengeluaran petenis di soft tenis ini bisa lebih irit 20 persen dari biasanya," kata Asnan.

Soft tenis pertama kali dimainkan di negara Jepang, berkembang pesat di Korea dan Taipei. Olahraga ini masuk Indonesia pada tahun 1994, namun baru resmi pada Maret 2015 silam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com