Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kilas Balik Olahraga Nasional (1): Konflik Belum Tuntas

Kompas.com - 24/12/2015, 23:57 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Perjalanan olahraga nasional 2015 ditandai dengan konflik terbuka di dunia sepak bola yang melibatkan institusi sepak bola nasional (PSSI) dengan pemerintah, dalam hal ini Menpora Imam Nahrawi.

Langkah berani Nahrawi dengan melakukan reformasi tata kelola sepak bola nasional didasari oleh keterpurukan prestasi sepak bola nasional, di kancah regional, apalagi internasional. Ia selalu menyebut buruknya prestasi sepak bola nasional terindikasi dipengaruhi oleh mengguritanya tangan-tangan mafia sepak bola dalam manajemen persepakbolaan nasional. Untuk itulah, reformasi diperlukan.

Sebagai langkah awal reformasi tata kelola sepak bola nasional, Menpora resmi membentuk dan mengumumkan nama-nama Tim 9 pada 2 Januari 2015. Tim ini bertugas mengawasi kinerja Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) yang merupakan organisasi yang paling bertanggung jawab dalam pengelolaan sepak bola yang menyebabkan terpuruknya prestasi.

"Kami ingin mendalami secara serius apa yang menjadi masalah dalam persepakbolaan nasional yang menyebabkan prestasinya terpuruk. Ini bukan untuk kepentingan Imam Nahrawi, ini untuk kepentingan rakyat Indonesia yang berharap dan merindukan sepak bola nasional berprestasi," kata Menpora saat mengumumkan nama-nama Tim 9 tersebut.

Tim yang diberi waktu tugas 3 bulan dan kemudian diperpanjang menjadi 5 bulan ini terdiri atas Imam Prasojo (sosiolog), Ricky Yacobi (mantan pemain sepak bola), Gatot S Dewa Broto (dari Kemenpora), Profesor Nur Hasan (akademisi), Joko Susilo (mantan Dubes Indonesia untuk Swiss), Yunus Husein (mantan Ketua PPATK), Eko Ciptadi (mantan Deputi Bidang Pencegahan KPK), Oegroseno (mantan Wakapolri), dan Budiarto Shambazy (wartawan dan pengamat sepak bola).

Meski diwarnai kontroversi dan ada anggota tim yang mundur karena persoalan izin dari kantor dan digantikan Natalia Soebagiyo (mantan anggota Transparansi Internasional), Tim 9 menjadi titik awal sekaligus memberikan rekomendasi dan catatan-catatan yang penting dalam perjalanan reformasi tata kelola sepak bola tersebut, antara lain temuan indikasi pengaturan skor, perbaikan kompetisi, dan kepemimpinan PSSI.

Langkah Menpora mereformasi persepakbolaan nasional ini membuat hubungan antara PSSI dan pemerintah menjadi tegang. Hubungan bahkan memanas ketika pemerintah melalui Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) tidak merekomendasikan dua dari 18 klub untuk berlaga di kompetisi kasta tertinggi yang digulirkan PSSI, QNB League, dengan alasan karena jauh dari memenuhi persyaratan sebagai klub profesional. Keduanya adalah Persebaya Surabaya dan Arema Cronus Indonesia.

Puncaknya, setelah PSSI dua kali tidak mengindahkan surat teguran dari Kemenpora dengan tetap mengikutkan dua klub tersebut dalam QNB League, pemerintah akhirnya mengeluarkan surat pembekuan PSSI pada 17 April 2015, sehari sebelum Konferensi Luar Biasa KLB PSSI memilih La Nyala Mattaliti sebagai Ketua Umum, menggantikan Djohar Arifin.

Pembekuan tersebut membuat PSSI, yang semula menunjukkan sikap tidak gentar dengan langkah pemerintah, akhirnya mati kutu dan tidak bisa melanjutkan kompetisi. Guna mengisi kekosongan organisasi persepakbolaan nasional, pemerintah kemudian membentuk Tim Transisi Reformasi Sepak Bola Nasional yang beranggotakan 17 orang dan diumumkan pada 8 Mei 2015, kemudian memilih mantan pimpinan KPK, Bibit Samad Riyanto, sebagai ketua.

Langkah pemerintah tersebut dianggap intervensi yang terlalu jauh oleh FIFA sehingga otoritas sepak bola internasional tersebut memberikan sanksi kepada Indonesia. Namun, Menpora Imam Nahrawi bergeming karena menganggap upaya mereformasi persepakbolaan nasional tersebut mendapat dukungan penuh dari Presiden Joko Widodo.

Pemerintah juga seolah mendapat angin segar pembenaran setelah aparat keamanan Amerika Serikat menangkap sejumlah pucuk pimpinan FIFA saat hendak menggikuti kongres FIFA di Swiss atas dugaan penyuapan. Di dalam negeri, Kemenpora juga menghadapi gugatan hukum dari PSSI, dan hingga akhir 2015 sudah memasuki tingkat kasasi.

Meski mendapat sanksi FIFA dan tanpa kehadiran PSSI, denyut nadi dan gairah persepakbolaan nasional tetap hidup dan berjalan, baik di level usia dini, yunior, maupun elite, lewat berbagai ajang yang berada di bawah kendali pemerintah lewat inisiasi dari Tim Transisi, bekerja sama dengan stakeholder sepak bola nasional. Ajang-ajang itu antara lain Kejurnas PPLP, Piala Menpora U-14, Piala Kemerdekaan, Piala Presiden, dan yang hingga kini masih berjalan, Piala Jenderal Sudirman.

Ajang-ajang tersebut diharapkan berjalan dengan pengelolaan yang lebih baik, lebih transparan, dan akuntabel, memperhatikan hak-hak pemain, sekaligus lebih menarik tanpa adanya pengaturan skor. (/*)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com