SINGAPURA, KOMPAS.com - Sepanjang perhelatan SEA Games 2015 banyak singa berkembang biak di Singapura. Tetapi, bukan singa dalam arti sesungguhnya, melainkan maskot yang terdapat di kaos, jaket, topi, gantungan kunci, stiker, hingga spanduk SEA Games di beberapa sudut kota.
Maskot bukan hal baru bagi tiap gelaran pesta olahraga SEA Games. Sejak puluhan tahun lalu, tuan rumah pasti berlomba menciptakan maskot yang menunjukkan ciri khas negerinya. Pasangan burung hantu, Shwe Yoe dan Ma Moe, misalnya, yang menjadi maskot SEA Games 2013 di Myanmar.
Burung hantu bagi masyarakat Myanmar adalah hewan pembawa keberuntungan. Oleh karena itu, tak jarang warga Myanmar memajang boneka atau hiasan burung hantu di rumah mereka. Mereka memiliki kepercayaan bakal dinaungi keberuntungan dan kesejahteraan jika melakukan hal tersebut.
Nah, Singa juga dijadikan kepercayaan sendiri bagi masyarakat Singapura. Derek Thiam Soon Heng dalam karyanya Reframing Singapore: Memory, Identity, Trans-regionalism (2009), menuliskan, Singapura dulunya bernama Pu-luo-chun (ujung pulau). Nama itu kemudian berubah menjadi Temasik seiring Kerajaan Sriwijaya mulai mendirikan pemukiman pertama di sana.
Pada abad ke-14, Sri Tri Buana penguasa kerajaan Sriwijaya dikisahkan berkunjung ke pulau itu. Ia lalu melihat beberapa ekor singa di hutan belantara. Singa-singa itu, menurut para ahli sejarah, diyakini menjadi dasar keputusan Sri Tri Buana memberi nama Singapura, yang dalam bahasa Sanskrit, Singa adalah hewan singa, sementara Pura berarti kota.
Sri Tri Buana dikenal juga sebagai Sang Nila Utama. Meskipun seiring perjalanannya, Thomas Stamford Raffles lebih terkenal karena memulai modernisasi dengan mendirikan pelabuhan pertama di Singapura pada abad ke-19, Sri Tri Buana tetap terpatri di benak jutaan masyarakat Singapura. Hal itulah yang menjadi alasan utama maskot SEA Games kali ini diberi nama Nila.
Kehidupan
Karena sejarah tersebut, Singa menjadi begitu lekat dengan kehidupan masyarakat Singapura. Singa ada di lambang negara. Singa juga menjadi maskot Singapura yang selama ini disebut Merlion.
Merlion menjadi kunci kesuksesan pariwisata Singapura ketika muncul pada logo Singapore Tourism Board (STB) pada periode 1964 hingga 1997. Seiring perjalanannya, meski bentuk logo STB mengalami beberapa perubahan, pemerintah Singapura tetap mempertahankan Merlion.
Munculnya Merlion sebagai simbol kota itu pada akhirnya semakin melekatkan masyarakat Singapura dengan singa. Oleh karena itu, turis-turis mancanegara yang berkunjung ke Singapura pasti takkan lupa memboyong berbagai macam souvenir berbentuk Singa ke negara mereka.
Kini, tak hanya sebagai lambang negara dan simbol kota, singa yang dijadikan sebagai maskot SEA Games pun punya cerita. Pada 25 Mei lalu, puluhan ribu orang dari berbagai kalangan berkumpul di salah satu pusat kota Singapura untuk ikut serta memeriahkan perhelatan SEA Games 2015.
"Daripada membuat maskot secara masal, kami ingin melibatkan masyarakat untuk menjahit maskot Nila agar mereka semua yang terlibat merasa menjadi bagian dari pesta olahraga ini," ujar Toh Boon Yi, Chief Community and Corporate Outreach Singapore SEA Games Organising Committee.
Ramah
Nila memang lebih nyentrik ketimbang maskot Singa kala Singapura menjadi tuan rumah SEA Games 1993. Jika dulu jurai rambut maskot Singa berbentuk hati, kali ini Nila diberi bentuk seperti api yang melambangkan gairah dan semangat para atlet untuk berjuang di setiap pesta olahraga.
Namun, kecintaan terhadap olahraga tak juga lupa dihadirkan oleh maskot Nila. Hal itu terlihat dari bentuk wajah Nila yang berlambang hati. Sedangkan, tidak seperti singa sungguhan yang terlihat garang, muka Nila dibuat seperti singa yang ramah dengan senyum bersahabat.