"Kami ingin mengundang wisatawan luar untuk berkunjung ke Indonesia dan menikmati alamnya dengan trail run," kata lelaki berusia 51 tahun itu.
Para peserta lomba lari lintas alam berlari sambil menikmati pemandangan alam Indonesia. Saat mengikuti MRU, misalnya, peserta melewati Senaru, Danau Segara Anak, Plawangan Sembalun, hingga Puncak Rinjani.
"Pemandangannya luar biasa, larinya mulai malam hari, jadi peserta melihat pemandangan dari gelap, lalu disambut dengan warna indah saat matahari terbit di puncak Rinjani, sampai merinding saya mengingat itu saking indahnya," tutur Nefo.
Menurut Nefo, setiap tempat memiliki karakteristik keindahan tersendiri. Rinjani yang relatif lebih sulit dijangkau menggunakan alat transportasi menyajikan warna-warni langit yang indah. Sementara Bromo memiliki medan beragam seperti savana dan padang pasir dengan cuaca yang bervariasi.
Saat ini, TRI yang beranggotakan sekitar 3.500 orang baru menyasar ikon-ikon pariwisata sebagai lokasi penyelenggaraan lomba lari lintas alam.
Namun, Nefo mengatakan, penyelenggara lomba lari lintas alam di Indonesia umumnya masih harus menghadapi beberapa kendala, antara lain keterbatasan fasilitas pendukung pariwisata.
"Fasilitas kamar kecil dan penginapan harus diperbanyak, " kata pria yang mendaki Kala Patthar di Nepal pada 2012.
Selain itu, menurut dia, sebagian tempat wisata alam yang bisa digunakan untuk lari lintas alam seringkali kotor oleh sampah para pengunjung sehingga memberi kesan buruk bagi peserta lomba, terutama yang berasal dari luar Indonesia.
Nefo sampai pernah mendapat surat elektronik dari peserta lomba lari lintas alam asal Hong Kong yang prihatin dengan kondisi sampah di lintasan perlombaan.
"Sampah itu tentunya bukan dari peserta trail run karena kami punya peraturan ketat bahwa peserta tidak boleh membuang sampah atau merusak alam," kata dia sambil memperlihatkan sederetan aturan di laman resmi perlombaan MRU.
Lepas Penat
Ali Sobri (25) jarang melewatkan kegiatan lari massal yang sering diselenggarakan di kota dalam beberapa tahun terakhir. Namun, pria yang akrab dipanggil Sobri itu merasa jalanan Jakarta sudah makin sumpek dan tidak lagi nyaman untuk berlari.
"Lari di Jakarta ujungnya stres, misalnya mencari parkir. Lagipula meski ada Car Free Day masih banyak kendaraan. Belum lagi bejubel karena semua orang jadi suka lari," tutur dia.
Lari lintas alam yang biasanya digelar di luar kota menjadi olahraga alternatif yang membantu dia melepas penat, membuat dia berlari tanpa harus berdesakan dengan banyak pelari lain.
"Peserta trail run paling ratusan, itu karena peserta memang niat banget dan usaha ke lokasi juga gede. Larinya pun butuh usaha lebih dari biasanya," jelas pria yang semasa kuliah gemar mendaki gunung itu.