"Saya merasa Chen Long sedang tidak berada dalam kondisi terbaik. Saya merasakan tekanan yang besar di kubu Tiongkok. Ketika saya memimpin poin, kepercayaan diri saya tumbuh," kata pemain berusia 24 tahun ini.
"Saya bermain pada partai pertama dan kekuatan kami tak sebanding dengan Tiongkok. Jadi, saya sebagai yang pertama harus berusaha 100 persen untuk memenangi pertandingan," tambah Tago.
Menurut Tago, hasil semifinail ini tak mengubah fakta bahwa Tiongkok masih menjadi kekuatan bulu tangkis dunia. "Tiongkok masih sangat kuat. Kemenangan kami hanya kebetulan. Tiongkok lebih banyak memenangi gelar daripada kami," jelasnya.
Tago juga menampik untuk disandingkan dengan para legenda bulu tangkis dunia seperti Lin Dan, Lee Chong Wei, dan Taufik Hidayat. "Saya tak bisa menjadi Lin Dan dan Lee Chong Wei. Mereka, termasuk Taufik Hidayat juga, tak bisa dibandingkan dengan para pemain saat ini," kata Tago.
Darah bulu tangkis memang mengalir kental di tubuh Tago. Ibunya, Yoshiko Yonekura, adalah pemain bulu tangkis nasional era 1970 hingga 1980-an. Yonekura turut membawa Jepang memenangi Piala Uber pada 1978 dan 1981.
"Dia memang menang, tetapi Thomas dan Uber sekarang berbeda. Lagipula, waktu itu, Tiongkok tak ambil bagian," kata Tago.