Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ISG dan Negara Pemadam Kebakaran

Kompas.com - 01/05/2013, 03:09 WIB

Keputusan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo memindahkan lokasi Islamic Solidarity Games atau ISG dari Pekanbaru ke Jakarta menjadi pukulan berat buat Riau, terutama pejabat pemerintah provinsi itu. Gubernur Riau Rusli Zainal yang biasanya bersikap santun terhadap ”pejabat Jakarta” kini tidak segan-segan mengungkapkan rasa kecewanya terhadap sang menteri.

Rusli dengan lantang menuding Roy tidak menghargai perjuangan daerahnya. Pembatalan itu dianggap keputusan sepihak tanpa meminta pendapat dan persetujuan Riau. Padahal, Riau sudah bersiap selama dua tahun lebih sejak ditunjuk menjadi tuan rumah Olimpiade negara-negara Islam itu.

Orang dekat Rusli, Syamsurizal, bahkan mengajak rakyat Riau ”melawan” keputusan Jakarta untuk mempertahankan status tuan rumah ISG. Mantan Bupati Bengkalis itu mengajak rakyat bersatu padu menolak keputusan Menpora. Bagi rakyat Riau, pembatalan itu terasa menyakitkan.

Pembatalan itu diartikan bahwa Roy tidak menghormati harga diri atau nama baik rakyat Riau. Bahkan, boleh dikatakan, Menpora telah membuat malu rakyat Riau.

Namun, melihat fakta yang ada, Roy sebenarnya punya alasan membatalkan Pekanbaru sebagai tuan rumah. Keputusan itu diawali dari sebuah kajian panjang bahwa Riau tidak mampu bersiap sebagai wakil dari rakyat Indonesia.

ISG bukan hanya mengatasnamakan Riau, melainkan juga rakyat Indonesia. Dari kacamata Roy, yang dipertaruhkan saat ini bukan lagi sekadar marwah Riau, melainkan juga marwah yang lebih besar, yakni kehormatan bangsa Indonesia. Kalau Riau tak mampu, nantinya yang malu adalah rakyat Indonesia.

Persiapan Riau untuk acara besar seperti ISG memang meragukan. Persiapan ketika menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) Riau 2012 yang amburadul bisa menjadi cermin.

Sampai hari-H pelaksanaan PON, persiapan tuan rumah masih belum mendekati 90 persen. Bahkan, beberapa arena dan penginapan atlet terpaksa dipakai dengan kondisi ala kadarnya. Rekor di cabang menembak tidak diakui karena minimnya peralatan penunjang.

Korupsi

Kasus korupsi atau suap terhadap sejumlah anggota DPRD Riau menyangkut pembangunan arena PON membuat persiapan menjadi lebih kacau lagi.

Ternyata, dana pembangunan Stadion Utama PON Riau yang disebut-sebut termasuk dalam kategori 16 terbaik dunia itu membengkak melebihi anggaran yang direncanakan.

Pemprov Riau berutang hampir Rp 200 miliar kepada kontraktor pelaksananya, yaitu konsorsium badan usaha milik negara PT Adhi Karya, PT Waskita Karya, dan PT Pembangunan Perumahan. Sampai saat ini, utang itu belum dibayar karena DPRD Riau tidak menyetujui anggaran tambahan yang dinilai ilegal.

Kondisi itu semakin parah tatkala Gubernur Riau Rusli Zainal ikut dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus suap PON. Rusli dianggap berperan aktif dalam penyuapan, baik di tingkat lokal maupun di Jakarta. Status Rusli itu membuat persiapan ISG di Riau berada pada lampu kuning.

Persiapan di Jakarta

Pertanyaannya sekarang, apakah kalau ISG dipindahkan ke Jakarta persiapannya akan menjadi lebih mudah?

Jawabannya pasti tidak. Pengalaman selama ini telah membuktikan bahwa pemerintah negeri ini tidak pernah mampu bersiap dengan baik.

Lihat saja bagaimana persiapan pelaksanaan SEA Games di Jakarta dan Palembang pada 2011. Sampai menjelang hari-H pelaksanaan, ajang olahraga terbesar negara-negara Asia Tenggara itu meninggalkan banyak persoalan.

Betapa rakyat Indonesia dipaksa menunggu dengan jantung berdebar-debar, apakah kita mampu menjadi tuan rumah dengan persiapan amburadul seperti itu?

Begitu juga saat persiapan PON Riau. Sebulan menjelang PON, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Menpora Andi Mallarangeng, Jaksa Agung Basrief Arief, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Mardiasmo, serta Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Agus Rahardjo datang ke Pekanbaru hanya untuk melegalkan pengadaan barang dan peralatan pertandingan. Namun, proses itu tanpa melalui lelang sebagaimana diamanatkan undang-undang.

Dalam pertemuan itu, Kompas mempertanyakan kepada para petinggi negara yang hadir di Pekanbaru itu, mengapa negara ini selalu saja menjalankan manajemen ala pemadam kebakaran dalam mempersiapkan acara-acara besar? Ketika api membesar, baru semuanya sibuk memadamkan api.

Kala itu, Agung enteng menjawab, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

Kini, untuk mempersiapkan ISG yang akan diselenggarakan pada September 2013, waktu yang tersedia kurang dari lima bulan. Pertanyaannya, apakah Menpora mampu mempersiapkan semua arena dan persiapan dengan baik di Jakarta?

Pengalaman pemerintah dalam dua tahun terakhir, yakni menjelang SEA Games 2011 dan PON 2012, sudah membuktikan bahwa kita sebenarnya tidak mampu bersiap dengan baik.

Entah kebakaran macam apa lagi yang akan muncul menjelang September ini....(Syahnan Rangkuti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com