Greogorius Titirloloby (12), siswa kelas VI SDN Semolowaru I/261, Surabaya, Jawa Timur, bagaikan semut di antara kumpulan gajah saat tampil pada 1.500 meter putra Kejuaraan Atletik Jatim Terbuka 2013 di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo, Jatim, Minggu (10/3). Ia tenggelam di antara tubuh para pelari senior.
Ia juga tertinggal jauh dari para pesaingnya. Meski demikian, ia tidak terlihat minder sedikit pun. Saat pesaingnya sudah lama menginjak garis finis, Greogorius terus berlari dan berlari, hingga akhirnya menembus finis.
Catatan waktunya 5 menit 32,28 detik. Selepas finis, ia menenggak minuman dan berjalan santai ke tribune, disambut kakak dan ibunya, Redemta Titirloloby. ”Saya ingin cari pengalaman,” kata Greogorius.
Sebagai siswa kelas VI SD, ia seharusnya sibuk belajar mempersiapkan diri untuk ujian. Namun, atlet dari Fighter Athletics Club Surabaya itu merasa kesibukannya sebagai atlet lari tidak mengganggu belajar.
Greogorius adalah salah satu bocah yang lahir dan tumbuh di tengah iklim gairah atletik di Jatim yang terus berdenyut. Setiap tahun, kalender kejuaraan atletik rutin digelar.
Iwan Ardianto, Pelatih Petrogres Athletics Club, menjelaskan, banyaknya ajang atletik, termasuk pada ajang multicabang, membuat atmosfer atletik di Jatim hidup. Satu ajang prestisius bagi anak-anak di provinsi itu adalah Jatim Sprint.
Jatim Sprint digelar enam bulan sekali bagi atlet berusia 15 tahun ke bawah. Ajang itu bergulir dengan sistem rayon dan babak grand final. Jatim dibagi ke dalam delapan rayon, masing-masing terdiri atas lima kabupaten/kota. Setiap rayon menggulirkan Jatim Sprint, semacam babak kualifikasi.
Dalam iklim seperti itu, klub-klub atletik pun tumbuh hingga ke pelosok daerah meski tidak sedikit dari klub-klub tersebut beroperasi dengan modal semangat alias bondho nekat atau bonek.
Ketua Umum PB PASI Bob Hasan memiliki obsesi untuk mempercepat pertumbuhan talenta-talenta atletik di Tanah Air. Ia berharap, sekolah-sekolah bisa menggelar lomba 60 meter dan 8 x 50 meter setiap pekan. ”Nyeker (tidak pakai alas sepatu) juga boleh,” ujarnya di sela- sela Jatim Terbuka.
Resep itu, kata Bob, diadaptasi dari Jamaika, negeri penghasil sprinter top dunia.
Apa pun resepnya, benang merahnya adalah kompetisi. Selain ajang menempa atlet selepas latihan, kompetisi itu pula yang merangsang minat anak-anak pada atletik. Seperti dialami Greogorius Titirloloby, yang percaya diri bersaing dengan atlet-atlet senior 1.500 meter itu.