”Lance Armstrong deserves to be forgotten. This is a crisis, the biggest crisis cycling has ever faced.”
Pat McQuaid
Tragedi Lance Armstrong sesungguhnya derita bagi dunia olahraga secara umum, bukan sekadar aib bagi cabang balap sepeda. Gema tragedi ini sangat nyaring dan merusak bukan lantaran tujuh gelar fenomenalnya sebagai juara Tour de France-nya dicopot, melainkan karena Armstrong telanjur sudah jadi pahlawan. Armstrong semula adalah inspirasi semua orang, terutama kaum muda sebagai atlet yang berjuang melawan kanker ganas, sembuh, dan kemudian bangkit sebagai juara.
Di hadapan kita sekarang, berbaris jutaan anak muda yang gelisah. Mereka bertanya, masih adakah kejujuran dalam balap sepeda, dalam olahraga, dan dalam kehidupan? Kelvin, seorang pebalap muda yang baru merintis kariernya, menulis surat terbuka kepada Armstrong. ”Karena Anda, semua orang di sekolah saya tidak bertanya apakah saya memakai doping atau tidak. Mereka bertanya doping apa yang saya pakai dan sudah berapa lama saya memakainya. Namun, saya tidak memakai dan tidak akan pernah. Terima kasih Lance, Anda telah menghancurkan olahraga yang sangat saya cintai ini.”
Bagi dunia balap sepeda profesional, pekan ini, memang menjadi sejarah paling kelam, seperti kata Pat McQuaid, Presiden UCI, badan tertinggi olahraga sepeda dunia. Bagaimanapun, atlet yang terlahir dengan nama Lance Edward Gunderson itu pernah menjadi pahlawan di hati banyak orang.
Tahun 1997, setahun setelah dinyatakan sembuh dari kanker testis, dia mendirikan Lance Armstrong Foundation atau yang kemudian populer dengan sebutan Livestrong Foundation. Yayasan ini menggalang dana untuk penelitian kanker, membangun kesadaran akan bahaya kanker, dan memberikan semangat penderita kanker untuk terus berjuang. Bekerja sama dengan produsen apparel Nike, yayasan kemudian merilis gelang silikon kuning yang fenomenal. Bertajuk ”Wear Yellow Live Strong” sejak 2004 gelang kuning itu terjual lebih dari 80 juta buah di seluruh dunia dan menyumbang setidaknya 25 juta dollar AS bagi yayasan.
Kini kita tahu, Armstrong bukan lagi pahlawan, dia pecundang. Semua itu bermula dari tuduhan USADA. Badan Antidoping Amerika Serikat itu mendakwa Armstrong secara sistematis dan kontinu mengonsumsi doping sejak 1998 sampai pensiun terakhirnya pada 2011. Pebalap dengan julukan ”The Boss” itu selalu menyangkal. Armstrong bahkan kemudian menggugat USADA di pengadilan Texas. Namun, hakim kemudian menghentikan gugatan hukum Armstrong. Patah arang, Armstrong kemudian menyatakan tidak akan membela diri lagi. Keputusan ini mendorong USADA untuk mencopot semua gelar yang didapatnya sejak 1 Agustus 1998. ”The Boss” juga dilarang membalap seumur hidupnya.
USADA kemudian menyerahkan laporan setebal kamus kepada UCI. Badan tertinggi olahraga sepeda dunia itu kemudian mencopot tujuh gelar Armstrong di Tour de France dan sejumlah gelar lainnya. Dalam pengantar keputusan itu pada 22 Oktober lalu, McQuaid bahkan mengatakan, pebalap kelahiran Texas, AS, 18 September 1971, tersebut tak lagi punya tempat di dunia balap sepeda dan harus dilupakan dari semua ingatan.
Namun, benarkah begitu? Kalau kita melupakan Armstrong, kita juga melupakan betapa dia dan timnya kala itu, US Postal Service (USPS), telah melakukan kejahatan paling buruk di dalam dunia olahraga. Ratusan saksi mata dan puluhan pebalap, belasan di antaranya rekan di tim USPS, telah memberikan kesaksian di bawah sumpah secara meyakinkan bahwa Armstrong dan dokter tim Michele Ferrari adalah pusat konspirasi doping di tim USPS. Armstrong bahkan figur utama yang ”menekan” pebalap-pebalap muda untuk ikut dalam program doping Ferrari.
Seakan sihir bertuah, pebalap lain tak bisa menolak intimidasi Armstrong. Meski begitu, merekalah yang kemudian memberikan kesaksian kepada USADA. Sebut saja nama Levi Leipheimer, Tyler Hamilton, George Hincapie, Frankie Andrue, Floyd Landis, Christian Vande Velde, dan David Zabriskie. Bersama Ferrari, pebalap-pebalap ini memainkan semua peran yang mungkin dilakukan untuk melindungi Armstrong saat petugas antidoping datang memeriksa.
Dalam laporannya kepada UCI, USADA juga membeberkan modus operandi yang dilakukan tim USPS dan Armstrong untuk mengakali petugas-petugas tes sehingga tak satu pun hasil tes Armstrong dinyatakan positif doping. Berbagai macam taktik yang disesuaikan dengan jenis doping yang dikonsumsi digunakan USPS dan Armstrong. Yang mengejutkan, teknik dasar yang digunakan, sesuai dengan pengakuan rekan-rekan Armstrong adalah sederhana, yakni menghindar, bersembunyi, atau kabur dari petugas tes doping.
Jaringan konspirasi doping USPS juga menyebar puluhan mata-mata untuk mendeteksi di hotel mana petugas tes menginap. Jika informasi didapat, tim USPS akan menginap jauh dari hotel petugas tes. Jika pertemuan dengan petugas tak bisa dihindari, tim USPS secara terlatih mengulur waktu untuk memberikan kesempatan dokter tim melakukan transfusi darurat guna membersihkan sisa doping dalam darah. Dalam laporan USADA selama kejuaraan dunia 1998, petugas tes dialihkan dahulu ke pebalap lain, sementara dokter tim menyelundupkan sekantong infus cairan garam (saline) untuk ditransfusikan kepada Armstrong. Cairan garam itu membuat darah Armstrong terlihat normal.
Keputusan UCI Senin lalu mengakhiri kisah Cinderella Lance Armstrong, pahlawan yang jadi pecundang. Namun, olahraga balap sepeda tak boleh mati, tak boleh hancur, tak boleh mematahkan impian pebalap muda seperti Kelvin.