Pelari spesialis jarak 800 meter asal Lumajang, Jawa Timur, Esther Sumah, menyatakan, PON Riau 2012 adalah PON terakhir baginya. Usianya kini 46 tahun dan tiba saatnya dia meninggalkan arena atletik yang membesarkan namanya.
”Anak saya melarang saya terus jadi atlet. Perhatian terhadap anak berkurang karena harus latihan ke luar kota,” kata ibunda Michael Joel Resmol (10) itu.
Puluhan tahun dia malang melintang di lintasan lari. Esther selalu tampil di PON sejak PON 1985 sampai PON 2012 di Riau. Di pentas internasional, dia mulai memperkuat Indonesia di SEA Games Jakarta 1987. Esther ikut membela Merah Putih di pesta olahraga Asia Tenggara itu mulai 1991 sampai 2001. Dia meraih emas dari nomor 800 meter di SEA Games Singapura 1993 dan Jakarta 1997.
Kehidupan Esther berubah drastis karena atletik. Dari anak seorang tukang becak di Lumajang, dia melanglang buana membawa nama Indonesia di lintasan atletik. Esther mengenal dunia atletik secara kebetulan. Semua berawal kala dia akan dinikahkan saat masih kelas II SMP. Esther menolak rencana itu. Bingung karena tidak bisa melawan kehendak orangtua, Esther melampiaskan dengan mengikuti berbagai lomba lari tingkat lokal tanpa sepengetahuan orangtua.
”Saya tidak bilang sama orangtua saya sering juara lomba lari. Suatu hari saya menunjukkan baju training hadiah dari lomba lari kepada ibu saya. Melihat itu, ibu menyuruh saya serius berlatih. Pernikahan pun batal,” kata pelari kelahiran Desa Tempeh Lor, Kecamatan Tempeh, Lumajang, itu.
Mulai SMP, Esther serius menekuni atletik. Dia terbiasa bangun pukul 03.00 untuk berlatih. Bakatnya terus berkembang di lari 800 meter. Dia pernah mencoba nomor lain, seperti lari 400 meter dan 1.500 meter.
Puncak prestasi Esther di nomor lari 800 meter tercapai di SEA Games 1993 dan SEA Games 1997. Bahkan, rekor nasional lari 800 meter putri masih atas nama Esther (2:6,11) dan belum terpecahkan sejak 1993 sampai sekarang.
Kecintaan Esther terhadap dunia atletik karena atletik mengangkat kehidupannya dari anak tukang becak menjadi atlet berprestasi. Imbalan bonus sebagai atlet berprestasi turut memotivasi dirinya terus menjadi pelari.
”Di keluarga saya, hanya saya yang menjadi atlet dan bisa sekolah,” kata Esther yang kini bekerja di Kantor Pemuda dan Olahraga Kabupaten Lumajang.
Untuk menjaga kesehatan, Esther berlatih sampai 11 kali seminggu bersama pelatihnya, Purwadi. Selain menjaga pola makan dan latihan rutin, Esther selalu tidur sebelum pukul 22.00.
”Saya sangat menikmati ketika sedang berlari. Rasanya nikmat. Badan segar dan pikiran menjadi lega. Kalau saya tidak bergerak, badan terasa sakit. Ini juga karena karunia Tuhan,” ujar pelari kelahiran 10 Juni 1966 itu.