Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menggubah Sejarah untuk Inggris Raya

Kompas.com - 12/09/2012, 03:05 WIB

Sungguh musim yang sempurna bagi petenis asal Skotlandia, Andy Murray (25). Ia menyandingkan medali emas Olimpiade London dengan trofi turnamen Grand Slam Amerika Serikat Terbuka, pertama kali sepanjang kariernya di jagat tenis. Ia menggubah sejarah tak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk Inggris Raya.

Pertandingan lima set yang emosional antara Murray dan Novak Djokovic di Flushing Meadows, New York, AS, Senin (10/9), tak kalah berwarna dibandingkan sinetron yang mengguncang sekalipun. Ketika set kelima berakhir dengan skor 6-2, berakhir pulalah erangan, lenguhan, tepukan tangan ke paha, kepalan tangan, seringai geram, dan langkah kaki setengah pincang khas Murray.

Murray mengakhiri penantian panjang Inggris Raya. Ia menjadi petenis putra Inggris Raya pertama yang memenangi grand slam sejak Fred Perry meraihnya, juga di AS Terbuka, 1936.

Tujuh puluh enam tahun lalu, Perry masih memainkan raket dari kayu dan mengenakan celana panjang putih. Kerap muncul pertanyaan sekaligus ledekan, hanya sebatas itukah kemampuan petenis Inggris Raya? Kini, kelakar itu tak lucu lagi.

”Saya sering ditanya, kapan bisa memenangi grand slam,” katanya.

”Saya harap kemenangan ini bisa menginspirasi anak-anak (Inggris Raya) untuk bermain tenis. Semoga titel saya ini bisa menghalau anggapan, pemain tenis di Inggris Raya itu seperti orang sesak napas, tak bisa bermain, atau anggapan tenis bukan olahraga yang bagus,” ungkapnya.

Kemenangan Murray ini bukan main. Ia menumbangkan juara bertahan yang sepanjang turnamen tampil dominan. Murray menitikkan sedikit air mata, barangkali hanya beberapa tetes karena itulah yang tersisa setelah penantian sekian lama.

Ia pernah berharap bisa meraih titel pada Australia Terbuka 2010, tetapi kandas oleh Roger Federer. Ia terisak-isak. Ia gagal lagi pada Australia Terbuka 2011.

Ia kembali membangun mimpi bisa menang dalam Wimbledon beberapa bulan lalu, tetapi Murray tak kuasa menahan air mata yang berderai saat Federer melumat mimpinya. Saat perburuan berikutnya di AS Terbuka, ia tak mengemas harapan besar.

”Ya, saya sedikit menangis di lapangan. Saya sebelumnya merasa agak tak yakin sebab saat saya berada di posisi ini (final) beberapa kali sebelumnya, ternyata tidak menang. Apakah mungkin itu terjadi? Saat hal itu terjadi (menang), saya merasa meluap-luap,” tutur Murray.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com