Pacuan sepeda Tour de Singkarak 2012 sudah tergelar dua etape. Di setiap akhir etape selalu ada pemandangan menarik berupa pemakaian kaus atau disebut
Di atas podium Tour de Singkarak, pebalap yang sudah mengenakan kaus timnya masih dipakaikan lagi kaus yang lain. Pemberian kaus itu berlangsung hikmat layaknya pengalungan medali.
Ada yang mendapatkan kaus warna kuning, hijau, titik-titik merah atau disebut juga polkadot, juga kaus merah putih. Itu praktik yang sudah lazim kepada pebalap yang meraih prestasi di setiap akhir etape lomba balap sepeda jarak jauh.
Makna di balik pengenaan kaus itu jelas. Setiap kaus yang dipakaikan kepada pebalap merupakan penghargaan terhadap prestasi mereka dalam menorehkan waktu tercepat atau meraih poin tertinggi.
Puspita Mustika Adya, mantan pebalap sepeda nasional dan kini jadi manajer bagi klub balap sepeda asal Australia, Antangin Eddy Hollands, mengatakan, setiap lomba balap sepeda mengacu pada gelaran lomba yang amat bergengsi, Tour de France.
Tour de France adalah balapan sepeda yang sudah berumur seabad. Tur itu digelar saban musim panas pada Juli-Agustus di wilayah Perancis. Lomba itu memakan waktu selama kurang lebih tiga minggu.
Tour de Singkarak tak luput dalam mengacu praktik Tour de France. ”Tak ada regulasi khusus tentang kaus ini dalam peraturan Persatuan Balap Sepeda Internasional (UCI). Namun, kami mengacu ke Tour de France sehingga upacara penghormatan pemenang dengan pengenaan kaus kami gelar,” ujar Direktur Tour de Singkarak 2012 Sondi Sampurno.
Puspita mengatakan, jika dicermati, kaus kuning menjadi kausnya para pemenang balapan. Latar belakang pemilihan warna kuning untuk kaus pemenang juga sudah jelas. Tour de France pada awalnya disponsori sebuah perusahaan surat kabar yang terbit dengan kertas warna kuning.
”Warna kuning akhirnya jadi warna kaus pemenang yang mampu mencatatkan waktu tercepat dalam klasemen umum. Ini sama seperti kaus warna merah jambu di Giro d’Italia,” ujar Puspita. Yang dia sebutkan terakhir adalah lomba sekelas Tour de France yang ada di Italia.
Namun, pada dasarnya, kuning adalah warna yang atraktif. Juga, kuning mewakili kilau logam mulia, logam terbaik. ”Saya kira adopsi itu yang akhirnya dipilih sebagai warna kaus pemenang,” ujar Puspita, mantan pebalap asal Malang, Jawa Timur, itu.
Itu sebabnya, kaus kuning dengan atribut kebanggaan sebagai pebalap terbaik dan tercepat menjadi incaran semua pebalap peserta pacuan.
Adapun kaus hijau merupakan kausnya pebalap terbaik di lintasan datar,
Mengacu ke Tour de France, kaus hijau yang merupakan warna perusahaan sponsor balapan juga dikenakan kepada pebalap peraih poin tertinggi nomor IS.
Pun untuk nomor tanjakan. Nomor yang dilombakan di pendakian dan sering disebut nomor perebutan gelar King of Mountain (KOM) itu juga amat diincar. Di sini, kaus titik-titik merah atau polkadot merah menjadi kausnya raja tanjakan.
Seringnya, dengan penempatan nomor KOM di ketinggian yang sulit atau pendakian yang melelahkan, hanya pebalap spesialis tanjakan yang sanggup menaklukkan.
”Pebalap tanjakan biasanya akan memegang posisi pemenang balapan karena ia mampu mencetak waktu tercepat. Jangan heran kalau pebalap pemegang kaus kuning juga rata-rata pebalap tanjakan,” ujar Puspita.
Sondi menambahkan, karena tak ada acuan khusus tersebut, untuk balapan di Indonesia akhirnya ditambahkan kaus merah putih, yaitu kaus untuk pebalap Indonesia terbaik.
Puspita mengatakan, seiring perkembangan balapan dan sponsor, untuk pemenang pun beragam. Menengok ke balapan klasik di Malaysia, Jelajah Malaysia, di sana bisa ditemukan kaus merah untuk raja tanjakan. Warna tersebut pun mengacu pada warna perusahaan sponsor yang mendukung balapan itu.
Jadi, kaus itu bukan sekadar kaus. Kaus itu dipakaikan khusus kepada pebalap pemenang atau terbaik. Pebalap yang betul-betul bagus bisa memborong dua atau tiga kaus tersebut sekaligus.