Di samping karena punya kapasitas untuk menjadi juara, ada kombinasi faktor lain yang menolong mereka menjuarai turnamen yang sudah memasuki edisi ke-102 itu.
Faktor pertama, persiapan yang matang menjelang turnamen. Langkah berani diambil pelatih mereka, Richard Mainaky. Richard, yang sebenarnya ditunjuk sebagai koordinator tim Uber untuk babak kualifikasi zona Asia di Makau, memilih mundur dari tim. Dia memutuskan tinggal di pelatnas Cipayung untuk menggembleng Tontowi yang tak masuk tim.
Liliyana baru bergabung setelah babak kualifikasi tim Thomas dan Uber selesai tanggal 20 Februari 2012. Untuk mematangkan persiapan, Richard pun sengaja tidak mengirim mereka di turnamen Grand Prix Gold Jerman Terbuka yang berlangsung sepekan sebelum turnamen All England. Hasilnya, Tontowi/Liliyana tampil cukup bugar di All England.
Faktor kedua, hasil undian dan laga lain yang menguntungkan. Tampil sebagai unggulan keempat, Tontowi/Liliyana ditempatkan di grup atas bersama unggulan pertama asal China, Zhang Nan/Zhao Yunlei, unggulan kelima Chen Hung Ling/Chen Wen Hsing (Taiwan), dan unggulan ketujuh asal Korea Selatan, Lee Yong-dae/Ha Jung-eun.
Dengan situasi ini, skenario yang akan terjadi, mereka baru akan menghadapi lawan sesama unggulan di babak perempat final, yakni melawan Chen/Cheng (Taiwan). Jika lolos, lawan berikutnya Zhang/Zhao di semifinal. Kalaupun masih lolos, kemungkinan mereka bertemu unggulan kedua asal China, Xu Chen/Ma Jin, di partai puncak.
Namun, faktor keberuntungan lain rupanya berpihak kepada Tontowi/Liliyana. Para pesaingnya satu per satu tumbang di babak awal.
Zhang Nan/Zhao Yunlei tumbang di babak pertama di tangan duet Inggris/Skotlandia yang jadi runner-up kejuaraan dunia 2011, Chris Adcock/Imogen Bankier. Demikian juga Lee Yong-dae/Ha Jung-eun yang dikalahkan pasangan Jepang, Shoji Sato/Shinzuka Matsuo. Adapun Chen/ Cheng kalah di babak kedua dari pasangan Inggris, Nathan Robertson/Jenny Wallwork.
Sementara Tontowi/Liliyana terus melaju dengan menumbangkan pasangan kualifikasi dari Malaysia, Ong Jian Guo/Lim Yin Loo, di babak pertama. Selanjutnya mereka mengalahkan pemain nonunggulan asal China, He Hanbin/Bao Yixin.
Di perempat final, mereka batal bertemu Chen/Cheng, tetapi menghadapi pemain nonunggulan Robertson/Wallwork. Langkah mereka di semifinal juga relatif mudah menghadapi pasangan Malaysia, Chan Peng Soon/ Goh Liu Ying, yang berhasil menumbangkan Adcock/Bankier di perempat final.
Keberuntungan terus berlanjut karena di final mereka tidak bertemu andalan China, Xu Chen/Ma Jin. Unggulan kedua ini dikalahkan pasangan Denmark peringkat keenam dunia, Thomas Laybourn/Kamilla Rytter Juhl.
Penampilan pasangan Denmark ini sedang bagus karena sepekan sebelumnya tampil sebagai juara di Jerman. Namun, buat Tontowi/Liliyana, tetap akan lebih mudah menghadapi mereka di final dibandingkan harus menghadapi Xu/Ma, yang sudah tiga kali mengalahkan mereka dari empat kali pertemuan.
Momentum gelar juara pun mereka dapatkan karena pasangan Denmark justru tampil lebih tegang di final. Mereka tidak dapat mengontrol permainan yang akhirnya dimanfaatkan dengan baik oleh Tontowi/Liliyana untuk menjadi juara.
Hasil ini semestinya menjadi modal yang bagus untuk menuju olimpiade. Sekarang tinggal bagaimana mereka menjaga konsistensi permainan sambil berharap adanya momentum yang sama, seperti yang mereka peroleh di All England.
Di tunggal putra, keberhasilan Dionysisus Hayom Rumbaka dan Taufik Hidayat menembus babak perempat final menunjukkan sebuah harapan. Namun, untuk bisa meraih hasil lebih di olimpiade tampaknya akan sulit. Kemungkinan serupa juga berlaku di nomor lain, termasuk ganda putra.(GatOT Widakdo)