Loka Purnomo, Wakil Ketua PB PTMSI, di Surabaya beberapa waktu lalu mengatakan, dihilangkannya nomor beregu pada
”Kita bisa dan punya peluang di ganda campuran dan ganda putri. Itu peluang Indonesia,” kata Loka.
Prediksi itu tak terlepas dari hasil Indonesia pada Kejuaraan Tenis Meja Asia Tenggara yang diadakan Asosisasi Tenis Meja Asia Tenggara (SEATTA), Desember 2010 di Manila, Filipina. Tim Indonesia membawa pulang 1 medali emas, 2 medali perak, dan 2 medali perunggu.
Medali emas diperoleh dari pasangan gado-gado Ficky Supit Santoso dan Christine Ferliana. Kedua medali perak dipersembahkan Agus Freddy Pramono-Fauziah Yulianti (ganda campuran) dan Christine Ferliana-Fauziah Yulianti (ganda putri).
Adapun kedua medali perunggu disumbangkan Gilang Maulana-Noor Azizah (ganda campuran) dan beregu putra.
Lima medali itu merupakan perbaikan prestasi bagi cabang yang tak pernah meraih medali emas sejak tahun 2005 di semua ajang kompetisi. Tahun 2008, pada penyelenggaraan kejuaraan yang sama di Jakarta, Indonesia hanya meraih perunggu.
Prestasi Indonesia pada kejuaraan sama tahun 1998, 2000, dan 2002 cukup membanggakan, dengan masing-masing membawa satu medali emas. ”Kalau tidak berlatih di China, Indonesia tidak akan mampu meraih medali,” ujar Loka.
Pegiat tenis meja yang lebih banyak berdiam di Singapura ini mengatakan, hasil kejuaraan tersebut bisa digunakan sebagai alat ukur prestasi tim Indonesia pada SEA Games mendatang. ”Masa berbulan-bulan berlatih di sana tak ada yang matang,” katanya.
Namun, seusai kejuaran SEATTA, nasib tim pelatnas tenis meja tak terdengar. Hanya tiga atlet yang berlatih di China, yaitu Ficky Supit Santoso, Donny Prasetya Aji, dan Agus Fredy Pramono. Sisanya berlatih di klub masing-masing di Surabaya dan Kediri, Jawa Timur.