Ratusan tahun silam, kain songket khas Melayu jadi simbol status sosial raja Kesultanan Palembang dan para kerabatnya. Songket diwariskan pula dari kegemilangan Kerajaan Sriwijaya dengan Palembang sebagai pusat kotanya.
Zaman berganti, sisa kejayaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang nyaris tidak tersisa. Tidak ada satu pun bangunan berupa keraton, baik dari Kerajaan Sriwijaya maupun Kesultanan Palembang, yang utuh tersisa untuk dinapak tilas.
Songket pun tidak lagi diidentikkan dengan strata sosial bangsawan. Namun, sisa-sisa warisan kebudayaan besar di tepi Sungai Musi ini masih bertahan. Tengok saja di kawasan perajin songket di 30 Ilir, Tangga Buntung, Palembang.
Di rumah-rumah panggung berusia ratusan tahun di wilayah ini tersimpan tradisi membuat kain songket. Di pinggir Jalan Kiranggo Wirosantiko berjajar gerai-gerai mewah dan modern yang menjajakan songket. Sebuah citra dari perpaduan modern dan tradisional.
Songket tidak lagi identik dengan kemewahan, tetapi representasi seni budaya yang indah. Asalkan mau dan mampu, kini setiap orang bisa mengenakan kain songket. Tak lagi dilarang seperti dahulu. Namun, prosesnya yang sulit sehingga harga songket masih terbilang tinggi.
Satu helai kain songket 200 x 90 sentimeter dihargai Rp 1 juta-Rp 5 juta sesuai dengan bahan dan kualitas. Bahkan, ada yang harganya Rp 10 juta per lembar. ”Membuat songket butuh waktu lama. Satu kain bisa butuh tiga bulan dan bahannya seperti benang emas. Jadi, biayanya tinggi,” ucap Hasan (43), Manajer Operasional Fikri Collection, toko songket di 30 Ilir.
Itu sebabnya tak mudah pula menjual songket. Dalam sebulan terjual 15-20 lembar. Ada pula yang tak lebih dari 5 buah.
Datangnya SEA Games memberi gairah dan optimisme baru bagi perajin songket. Segelintir perajin bahkan rela berutang atau menjual asetnya untuk menambah modal sambil berharap ”kecipratan” rezeki SEA Games.
Ansori, misalnya, rela menjual tanah warisan dan berutang ke bank senilai Rp 500 juta untuk mengisi penuh stok songket di gerainya. ”Produksi sudah diperbanyak, stok (songket) siap. Mudah-mudahan saat SEA Games banyak dibeli,” ujarnya.
Promosi songket pada SEA Games dilakukan dengan beragam cara. Pemprov Sumsel melakukan lewat Modo-Modi, maskot SEA Games. Modo mengenakan baju koko dengan tanjak (hiasan kepala pria) dan kain songket serta Modi memakai baju simbar dan kain songket. Pengenaan songket pada Modo- Modi adalah improvisasi Pemprov Sumsel untuk lebih memberikan ciri khas Sumsel sebagai tuan rumah SEA Games.