Enam tahun lalu, 29-31 Juli 2005, tim dayung Indonesia tampil perkasa di Singapura dengan menyabet 11 emas dan 3 perak di Singapore National Canoeing Championship. Hasilnya fantastis karena tuan rumah yang menjadi
Enam dari 11 emas itu berasal dari nomor kayak single (K1), kayak double (K2), dan kayak four (K4) baik putra maupun putri pada jarak 1.000 meter. Lima emas lainnya diperoleh dari masing-masing nomor tersebut pada jarak 500 meter.
Pada 17-20 Desember 2005, tim canoeing Indonesia juga tampil impresif di Kejuaraan Canoeing Asia di Kuala Lumpur. Dengan 12 atlet, tim Merah Putih meraih 1 perak dan 2 perunggu, membuat Indonesia menempati urutan kesembilan dari 24 negara peserta, tetapi terbaik di level Asia Tenggara.
Kazakhstan tampil sebagai juara umum, disusul Uzbekistan, China, Iran, Jepang, dan Korea Selatan. Secara keseluruhan, Indonesia lebih baik dibandingkan peserta dari Asia Tenggara. Vietnam dan Singapura meraih perunggu, sementara tuan rumah Malaysia tak meraih medali satu pun.
Dominasi Indonesia di cabang dayung Asean, khususnya nomor canoeing, berlanjut dengan Thailand dan Vietnam sebagai pesaing utama. Namun, perlahan, Singapura mengejar tim-tim mapan kawasan ini.
Hasilnya, Singapura menjadi kekuatan baru Asia Tenggara. Hasil Kejuaraan Canoeing Asia Tenggara di Situ Cipule, Ciampel, Karawang, Jawa Barat, 24-26 Juni, melukiskan kekuatan Singapura yang menjadi juara umum senior dengan 6 emas, 2 perak, 2 perunggu.
Hasil itu di luar perkiraan Indonesia. Singapura bahkan mencuri emas nomor putri yang sebelumnya diharapkan menyumbang emas bagi Indonesia, seperti K2 dan K4 baik 500 meter maupun 200 meter. Bersama Thailand dan Vietnam, Singapura juga berbagi emas di nomor-nomor yunior yang mempertandingkan 12 nomor.
Satu dari empat emas Indonesia di kejuaraan itu diraih Asnawir, atlet canoeing senior, 38 tahun. Bersama pasangan barunya, Marjuki, Asnawir menjadi yang tercepat di nomor canadian double (C2) 200 meter. Hasil itu melanjutkan kejayaan Asnawir sejak kiprahnya 1993.
”Ayo Pak Nawir, ayo... Pak Nawir bisaa! Makin tua makin jaya,” teriak penyemangat anggota tim dayung Indonesia di luar lintasan Situ Cipule saat Asnawir berlaga. Kalimat itu yang ironis dengan raihan tim yunior Indonesia yang tanpa medali emas di kejuaraan ini.
Bagi Asnawir, hasil itu menggembirakan. Namun, dia sangat berharap emas diraih atlet muda Indonesia. ”Saya ingin ada pengganti yang lebih hebat dari saya. Tetapi, dayung tak bisa diserahkan begitu saja. Atlet muda harus bersaing dan berjuang menjadi tercepat dan mengalahkan saya di lintasan terlebih dulu,” kata Asnawir menantang.
Indonesia tak hanya menghadapi tantangan di kelas senior pada SEA Games 2011, tapi juga kelas yunior karena menyangkut masa depan cabang dayung yang selama ini lumbung medali. ”Hasil ini pekerjaan rumah yang harus diselesaikan,” kata Suryadi, pelatih canoeing Indonesia.
Menurut Ketua PB PODSI, Achmad Sutjipto, Singapura memberi pelajaran bahwa pembinaan harus terukur dan didukung iptek. (Mukhamad Kurniawan)