Nicolas Mahut masih menyimpan handuk berwarna ungu campur kuning dari Wimbledon tahun lalu, yang disimpan di kediamannya di Perancis. Sesekali ia melihat handuk itu sebagai kenangan perjalanan karier tenisnya meski ia mengaku tidak pernah menyentuhnya.
Selain handuk itu, ada juga handuk lain yang juga bagian dari rekor pertandingan 11 jam 5 menit itu, yang selalu dibawa Mahut di tasnya setiap kali ia akan melakukan latihan keras.
”Saya memikirkan mengenai saat-saat yang sangat berat itu saat saya kehilangan pertandingan atau ketika saya merasa tak nyaman. Saya berusaha mengingat momen-momen itu agar saya bisa kuat lagi,” kata petenis berusia 29 tahun tersebut.
Ia menyebutkan, pertandingan melawan Isner itu sebagai ”momen terbesar kehidupannya sebagai seorang petenis, dan juga sebagai manusia”.
Berbeda dengan Mahut, Isner mengaku sama sekali tidak menyimpan barang kenangan apa pun dari pertandingan bersejarah itu. ”Semua yang saya pakai pada hari itu sudah diberikan baik kepada Hall of Fame, untuk kepentingan derma atau lainnya. Jadi, saya sendiri tidak mempunyai apa-apa dari pertandingan itu,” kata petenis Amerika Serikat ini.
Tidak ada satu pertandingan tenis pun yang berakhir lebih lama dari 6 jam 33 menit. Catatan waktu itu dilampaui Mahut dan Isner dengan empat setengah jam lebih lama. Tidak ada satu pertandingan pun yang berakhir lebih dari 112 gim. Mahut-Isner memainkan 183 gim.
Pertandingan set kelima mereka saja berakhir setelah 138 gim, dengan waktu
Bagi petenis berservis kuat tersebut, kemenangan atas Mahut itu bukan sebuah pencapaian yang menonjol, melainkan hanya merupakan sebuah kemenangan di putaran pertama pada sebuah turnamen yang harus menjalani tujuh putaran.
Akan tetapi, akibat pertarungan itu, Isner kesulitan untuk bergerak dan langsung kalah telak di putaran kedua.
”Ia memenangi pertempuran, tetapi kehilangan perang karena ia tidak mempunyai lagi sesuatu untuk ditunjukkan pada pertandingan berikutnya. Anda tidak akan mau dikenal karena menang di putaran pertama. Anda pasti ingin dikenal karena tampil di final. Ia mempunyai kapabilitas jika ia bisa menyatukan seluruh permainannya,” kata kapten tim Piala Davis AS, Jim Courier.
Mahut dan Isner tidak saling mengenal satu sama lain sebelum pertarungan di Wimbledon 2010 itu. Kini mereka kerap bertukar pesan singkat, dua atau tiga kali dalam satu minggu. Uniknya, keduanya menghindari untuk membicarakan mengenai pertandingan terlama yang mereka jalani berdua itu.
”Soal pertandingan itu belum pernah muncul. Kami membicarakan mengenai banyak hal, kecuali pertandingan itu,” kata Isner.
Padahal, seperti disampaikan Mahut, dirinya cukup penasaran untuk mengetahui apa yang dirasakan Isner selama mereka bertanding itu. ”Saya ingin tahu apa yang ia rasakan, apakah ia takut. Saya rasa waktunya akan tiba ketika saya memerlukan untuk membicarakan soal pertandingan itu dengannya,” paparnya.
Pelatih Isner, Craig Boynton, menyampaikan, bahkan antara ia dan Isner pun topik mengenai pertandingan itu belum banyak dibicarakan. Topik itu pernah muncul sekali, tetapi sangat singkat, yaitu saat sarapan sebelum pertandingan AS Terbuka, September tahun lalu.
”Saya memang tidak ingin mengangkatnya. Hal seperti itu terjadi secara alami. Kami hanya sempat membicarakannya selama empat atau lima menit, dan di akhir pembicaraan kami saling memandang, seperti ’wow, itulah pertama kalinya kami benar-benar membicarakan pertandingan tersebut’,” kata Boynton.
Sebagai pelatih, Boynton tidak ingin Isner mengingat pertandingan itu. Tujuannya, agar Isner bisa terus maju dan jadi lebih percaya diri dalam menghadapi pertandingan-pertandingan berikutnya.
Pelatih Isner itu meyakini, 10, 15 atau beberapa puluh tahun lagi setelah Isner pensiun, ia akan mengingat lagi pertandingan tersebut dan mengatakan, ”Apa yang saya lakukan itu cukup hebat. Saya dan Nicolas ada dalam buku-buku rekor karena pertandingan itu.”
Peringkat terbaik Isner hingga saat ini adalah ke-18 dunia. Akan tetapi, ia masih harus terus berjuang untuk bisa melangkah dari putaran keempat di sebuah turnamen utama (grand slam).
Begitu juga dengan Mahut. Ia tidak pernah bisa melewati putaran ketiga pada turnamen-turnamen besar. Ia juga belum pernah memenangi rangkaian turnamen tenis dunia, di nomor tunggal putra. Akan tetapi, ia merasa rekor yang ia ukur bersama Isner sudah cukup sebagai kenangan karier tenisnya.
”Saya tahu, jika saya ingin orang membicarakan mengenai saya karena alasan lain, saya harus memenangi sebuah turnamen utama, yang tentu sulit. Mungkin dalam 10 atau 20 tahun, orang tidak akan ingat siapa di antara kami yang memenangi pertandingan itu,” ujar Mahut penuh rasa bangga.