Dari 12 kota dan kabupaten yang menjadi rute balapan berkategori 2.2 ini, hanya Padang dan Bukittinggi yang secara
Kota lain, seperti Padang Panjang, Pariaman, Sawahlunto, dan Solok, sama sekali belum memiliki fasilitas penginapan memadai yang bisa dipakai tim untuk menginap. Peserta
Menjadi terkesan tanggung ketika pariwisata yang akan dijual belum melengkapi diri dengan fasilitas penginapan yang standar. Juga terkesan memaksakan diri ketika titik finis etape IV dari Bukittinggi menuju Lembah Harau ditempatkan di dekat air terjun, sementara jalan begitu sempit.
”Jadi, seperti tidak ada persiapan. Setiap tahun seperti
Setelah tiga tahun TdS digelar, dampaknya bagi perkembangan industri pariwisata Sumbar juga masih dipertanyakan. Demikian pula dengan relatif masih nihilnya industri kreatif yang terkait dengan kegiatan
Budayawan Minangkabau, Musra Dahrizal Katik Rajo Mangkuto, menilai TdS sebagai penyelenggaraan yang elitis.
”Sekarang ini yang mengetahui TdS hanya mereka yang dilewati rombongan di pinggir jalan. Orang lain di lokasi-lokasi ke dalam dari pinggir jalan tidak tahu apa-apa,” kata Musra yang akrab disapa Mak Katik.
Penyelenggaraan lomba itu juga dilakukan tanpa menyapa masyarakat lokal. Akibatnya, kepedulian dan perhatian warga relatif rendah.
Ia mencontohkan, rombongan pebalap yang demikian besar itu tidak diarahkan untuk mengunjungi sentra-sentra wisata tertentu. Pada sisi lain, Mak Katik menganggap Ranah Minang belum siap menerima kegiatan seakbar TdS.
TdS 2011 diikuti 13 tim dari luar negeri dan 11 tim dari dalam negeri. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumbar Burhasman mengatakan, peran pemerintah kabupaten/kota sangat besar pada lomba balap sepeda TdS tahun ini.