BEIJING, Kompas.com - Li Na menjadi simbol perubahan sistem olahraga di China. Berkat keberhasilannya meraih gelar juara Grand Slam Perancis Terbuka pada 4 Juni lalu, semua kekakuan yang selama ini selalu menyelimuti struktur dan metode olahraga China, karena harus dikendalikan pemerintah, mulai luntur.
Bukan rahasia lagi jika selama ini China terkenal dengan sikap mereka yang tertutup dan tak ingin dipengaruhi oleh faktor dari luar. Laksana sebuah mesin, mereka tak ingin dikerjakan oleh para mekanik dari luar China, apalagi pengaruh Barat.
Namun Li Na mengubah semua itu. Dia termasuk salah satu pemain yang memilih untuk keluar dari semua kontrol pemerintah pada 2008, sehingga bebas memilih pelatih dan jadwal latihan. Puncak dari keputusannya yang sangat berani itu, Li Na mencatat sejarah sebagai petenis pertama dari Asia, yang menjuarai sektor tunggal sebuah grand slam.
Ini memberikan indikasi bahwa China siap membuka diri terhadap pengaruh orang-orang berpengalaman dari luar demi meraih prestasi. Mereka siap menguasai dunia olahraga yang kerab menjadi milik Eropa dan Amerika Serikat, terutama di Olimpiade.
"Kemenangan Li Na memberikan dampak yang sangat besar, tidak hanya bagi China, tetapi Asia," ujar Carlos Rodriguez, pelatih kepala 6th Sense milik bintang Belgia, Justine Henin--Potter's Wheel Tennis Academy di Beijing--kepada AFP.
"Ini adalah sebuah tanda dan sinyal kepada semua orang, bahwa di China, hari ini ada seorang juara dunia yang hebat dan mungkin masih ada banyak juara dunia lagi yang akan datang, hanya karena Li Na."
6th Sense, yang bermarkas di selatan Beijing, distrik Chaoyang, memperlihatkan bagaimana China mulai terbuka kepada pihak luar untuk pengembangan program, sehingga bisa lahir bintang-bintang di masa mendatang. Pemusatan latihan, yang beraliansi dengan kamp latihan lainnya milik Henin di Florida dan Belgia, memiliki 22 lapangan outdoor dan indoor, lapangan mini, sebuah kolam renang, gym dan trek joging, serta menawarkan program jangka panjang dan pendek bagi orang dewasa dan anak-anak.
Rodriguez, yang melatih Henin sampai meraih tujuh gelar grand slam dan 117 minggu menjadi pemain nomor satu dunia, mengatakan bahwa dia sudah menandatangani kontrak enam tahun untuk bekerja di akademi tersebut. Menurutnya, jangka waktu tersebut sudah cukup untuk membawa para anak muda menjadi penakluk dunia.
"Kami bisa menolong mereka (China) dalam struktur, tentang bagaimana belajar tenis dengan cara lain," ujar pria asal Argentina tersebut kepada AFP.
"Saya tidak mengatakan bahwa cara China tidak bagus, (tetapi) kami memiliki cara lain yang mungkin mereka bisa pertimbangkan, kami melakukan sharing, dan secara bersama kami bisa menjadi lebih baik.
"Tujuan bagi semua orang adalah berusaha menciptakan, memberikan kepada orang lain kemungkinan untuk menjadi Li Na, sehingga bisa membawa seorang putra atau putri berada di puncak, dalam beberapa tahun ke depan."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.