Tokyo, Kompas -
Berbeda dengan Jepang, saat bencana mendera Indonesia, seperti gempa, tsunami, dan letusan gunung berapi yang susul-menyusul dalam enam tahun terakhir, terlihat betul kelemahan bangsa ini, dari ketidaksiapan infrastruktur, kacaunya manajemen bencana, hingga penjarahan oleh masyarakat.
Kekeliruan itu terus berulang hingga gempa dan tsunami terakhir melanda Mentawai serta Gunung Merapi meletus, akhir tahun 2010 lalu.
Bahkan, negara maju lain, seperti Amerika Serikat, terbukti tidak sekuat Jepang saat menangani badai Katrina. Penjarahan terjadi di wilayah Louisiana setelah badai terjadi.
Pakar bencana dan gempa Jepang yang ditemui wartawan
Teruyuki Kato, profesor gempa dari Earthquake Research Institute The University of Tokyo, mengatakan, banyaknya korban yang jatuh dalam gempa bumi dan tsunami terjadi karena pemerintah dan ilmuwan gagal mengantisipasinya.
”Kami sudah menerapkan sistem pencegahan tsunami, juga pendidikan kepada masyarakat agar waspada bencana. Ternyata bencananya lebih besar dari perhitungan,” katanya.
Kato mengatakan, para ilmuwan di Jepang sudah memperkirakan terjadi gempa bumi di sekitar Miyagi. ”Perkiraannya terjadi dalam 30 tahun ini dengan kemungkinan 99,9 persen. Kekuatan gempanya diperkirakan hanya 7,4 skala Richter dengan tsunami maksimal 6 meter,” ujarnya.
Karena itu, Pemerintah Jepang telah membangun tanggul di sepanjang pantai dengan ketinggian 10 meter. Ia menambahkan, ”Namun, tsunaminya ternyata lebih besar. Kami harus belajar lebih banyak lagi ke depan.”
Semangat untuk mengoreksi kesalahan dan membangun lebih baik disampaikan Yozo Goto, ahli gempa di universitas yang sama. Gempa Kobe tahun 1981 membuat Pemerintah Jepang menetapkan standar bangunan tahan gempa hingga skala 6 MMI.